Media Komunikasi Informasi dan Dakwah --- Pimpinan Cabang Pemuda Muhammadiyah Minggir -- Fastabiqul Khairat .

Label

Minggu, 25 Januari 2009

MELACAK JEJAK YAHUDI SAMPAI DIBALIK BATU (Bagian Pertama)


Dua hari menjelang pergantian tahun 1429 menuju tahun baru 1430 Hijriah, Dunia dikejutkan dengan peristiwa pahit yang sangat memilukan umat Islam. Berbeda dengan tahun baru 2009 Miladiyah yang dirayakan di berbagai tempat dengan pesta kembang api, tahun baru Islam 1430 H kali ini diwarnai dengan hujan api dari tembakan-tembakan roket Israel ke Palestina. Api kehancuran yang dijatuhkan oleh Israel telah meluluh lantakkan kota Gaza di Palestina, tapi berapapun banyaknya bom yang dijatuhkan justra akan semakin menggelorakan semangat jihad saudara-saudara kita pejuang Muslim untuk mengalahkan bangsa Yahudi . Hingga tulisan ini disusun, sejak 27 Desember 2008 sampai Israel menarik mundur pasukannya pada 21 Januari 2009, agresi Israel telah menebar kerusakan yang tak terhingga di bumi Palestina. Demi suatu ambisi gila dalam rangka mewujudkan cita-cita Israel Raya menjadi bangsa paling kuat di Bumi mereka telah menewaskan 1400 nyawa warga Palestina, 5300 orang terluka, 4000 bangunan dihancurkan di Gaza, 20 ribu bangunan rusak berat, sementara itu 50 ribu orang kehilangan tempat tinggal dan 400 ribu diantaranya hidup tanpa air bersih. ( Data Republika 22 Januari 2009).

Bangsa Yahudi Israel merasa dirinya sebagai bangsa pilihan tuhan, yakni bangsa yang dipilih oleh Tuhan untuk menjadi tuan dari segala bangsa di dunia ini. Suatu faham yang lebih lebih ekstrim dalam kalangan umat Yahudi bahkan ada yang menganggap bangsa selain bangsa Israel adalah bukan manusia, sehingga siapapun di bumi ini harus tunduk takhluk di bawah kaki mereka. Maka cara menguasai dunia dengan menebar kerusakan dan menumpahkan darah adalah hal biasa bagi mereka

Cita-cita bangsa Israel hanya akan terwujud jika mereka berhasil mewujudkan kerajaan Israel Raya, kerajaan yang hendak mereka manifestasikan sebagai kerajaan Tuhan di bumi ini, Dan untuk itu mereka telah memilih Yerusalem yang berada di Palestina sebagai tempat dimana Kerajaan Tuhan yang mereka idam-idamkan itu akan berpusat di sana.. Yerusalem dipilih karena adanya ikatan sejarah dan ideologis yang sangat kuat pada bangsa Yahudi / Bani Israel dengan tempat itu.

Jika ditinjau dari sejarahnya, memang Yerusalem adalah tempat dimana nenek moyang mereka pernah memiliki kerajaan yang sangat besar dan kuat di masa Daud dan Sulaiman. Suatu zaman sebelum mereka terpecah belah dan kemudian terdiaspora, tercerai berai terbuang keberbagai penjuru dunia tak lagi memiliki tanah air akibat kesalahan dan dusta-dusta serta penyelewengan yang mereka lakukan sendiri terhadap ajaran Tuhan yang benar. Semula memang mereka adalah bangsa yang dipilih oleh Tuhan untuk mentegakkan kalimahNya di bumi ini. Namun penyelewengan dan pelanggaran-pelanggaran yang mereka lakukan, yakni terhadap ajaran para nabi Allah dari kakek moyang mereka Ibrahim, Ismail, Ishaq, Ya’kub, Yusuf hingga Musa dan Harun , juga terhadap ajaran yang mereka terima dari Daud, Sulaiman serta nabi-nabi lainnya termasuk Nabi Isa AS dan Muhammad SAW telah membuat murka Tuhan. Tuhan menghukumnya dengan hilangnya tanah air dan kerajaan besar yang pernah mereka miliki.. Penyelewengan mereka terhadap ajaran Tuhan telah menghasilkan suatu bentuk sistem keyakinan yang jauh dari ajaran Allah yang sebenarnya, yang kemudian kita kenal sebagai agama Yahudi (Judaisme) . Kelahiran agama baru Kristen yang juga tak lepas dari peranan orang Yahudi.

Sejarah Bangsa Israel, yang dalam Al Qur’an di sebut Bani Israil ( Anak-anak keturunan Israil) telah berlangsung sangat panjang. Uraian di bawah ini, meskipun hanya selintas perlu kita ketahui bagaimana asal muasal dan sejarah mereka dan mengapa mereka ingin kembali menduduki bumi Palestina yang sudah bukan lagi menjadi tanah airnya. Mengenal siapakah mereka yang begitu memusuhi ummat Islam perlu bagi ummat Islam, khususnya para pemuda aktivis pergerakan Islam. Mengenal siapakah musuh anda adalah salah satu strategi perang terbaik, demikian seperti dikatakan oleh Von Clausewitz sang ahli perang termashur.

Bani Israil adalah sebutan untuk putra-putra keturunan Israil. Israil adalah nama atau gelar dari Nabi Ya’kub, putra Nabi Ishaq, cucu Nabi Ibrahim yang diduga berasal dari wilayah Chaldea Babilonia. Nabi Ya’kub memiliki 12 orang putra yang kelak menjadi 12 suku bangsa Israil. Masa kehidupan mereka berlangsung di sekitar tahun 2000 SM, pada masa kerajaan-kerajaan kuno seperti Babilonia, dan Mesir masih eksis Salah satu putra Ya’kub, yakni Yusuf terbuang ke negeri Mesir akibat kedengkian saudara-saudaranya karena mereka melihat Yusuf memilki kecenderungan melanjutkan risalah kenabian sebagaimana ayah dan kakeknya. Sedangkan saudara-saudaranya yang lain mulai menampakkan kecenderungan menjauh dari ajaran orang tuanya. Namun justru di Mesir itulah Yusuf berhasil mencapai kesuksesan dakwahnya meskipun harus melalui berbagai cobaan yang sangat berat. Firaun yang berkuasa di Kerajaan Mesir saat itu akhirnya menjadikan Yusuf sebagai orang yang sangat berperan di kerajaan dan memberi otoritas penuh pada Yusuf untuk berbuat yang terbaik bagi kerajaan. Pada masa Yusuf berkuasa, Kerajaan Mesir dapat dientaskan dari krisis pangan yang mengglobal waktu itu. Kesusksesan ini mengantarkan Yusuf untuk bertemu dan bersatu kembali dengan orang tua dan saudara-saudaranya. Selanjutnya mereka diijinkan berpindah tinggal di mesir dan menjadi warga yang dihormati disana hingga beranak pinak dan jumlah mereka menjadi bertambah banyak.

Beberapa masa berlalu, kehidupan Bani Israil di Mesir sangatlah terjamin hingga datanglah masa dimana orang-orang pribumi Mesir merasa cemburu dengan keberadaan dan peranan Bani Israil di Mesir. Tekanan terhadap mereka mulai muncul dan semakin kuat dirasakan setelah munculnya fir’aun baru yang sudah lupa dengan jasa-jasa Nabi Yusuf. Penindasan mulai dilakukan terang-terangan, bahkan muncul kebijakan yang mengarah pada cleaning etnis, fir’aun membatasi angka kelahiran bani Israil dengan membunuh setiap bayi laki-laki yang lahir.

Penderitaan mereka berlangsung cukup lama hingga hadirnya Nabi Musa ( kira-kira 1350-1250 SM) dan Nabi Harun yang berhasil membebaskan mereka keluar dari cengkeraman fir’aun. Dengan perjuangan yang berat mereka akhirnya berhasil keluar dari negeri Mesir. Selamatnya bani Israil menyeberangi Laut Merah dan tenggelamnya Fir’aun serta bala tentaranya di laut menandai dimulainya babak baru perjalanan sejarah mereka. Musa membawa bangsa Israil menuju kesuatu tempat yang telah dijanjikan Tuhan pada mereka, yakni ke wilayah Kan’an (Palestina) tempat dimana kakek mereka Ibrahim pernah hijrah dan menetap di sana. Ketika itu kan’an dikuasai kerajaan lain, sehingga dibutuhkan tekad yang kuat dan mental yang tangguh untuk memilikinya. Selama perjalanan panjang menuju tanah yang dijanjikan itu banyak cobaan yang harus dilalui. Jika dikaji apa yang mereka lakukan selama perjalanan ini akan kita temui beberapa tabiat-tabiat negatif khas bani Israil yang sering merepotkan para nabi-nabi mereka. Penyelewengan ajaran tuhan mulai sering dilakukan ( contoh Peristiwa Samiri dan penyembahan anak lembu, pelanggaran hari sabtu dll), juga ketidak sabaran dan ketaksetiaan mereka untuk berjuang merebut tanah air menjadikan saat untuk memasuki negeri yang dijanjikan itu terasa lama, dan mereka hanya berputar-putar saja disekitar negeri impian itu..

Musa dan Harun tidak sampai membawa mereka masuk ke kan’an, namun batas-batas negeri yang dijanjikan telah dilihat oleh Musa. Pemimpin-pemimpin sepeninggal Musa dan Harun juga belum berhasil membawa mereka masuk ke negeri yang dijanjikan itu. Barulah setelah mereka mengangkat Thalut (Saul) sebagai raja mereka yang pertama, mereka berhasil dipimpin memasuki Kan’an. Raja Filistin yang berkuasa saat itu yakni Jalut (Goliath ) berhasil dikalahkan oleh Daud. Kerajaan baru bani Israil kemudian dibina di bawah kepemimpinan Thalut. Selanjutnya mereka mencapai puncak kejayaannya yang luar biasa saat Daud dan putranya Sulaiman naik tahta melanjutkan kepemimpinan dan mengajarkan risalah kenabian. Kerajaan Daud - Sulaiman adalah super power muslim yang sangat berkuasa dimasa lampau. Berbagai bangsa dan kerajaan segan dan takhluk di bawah pemerintahan mereka. Masa Sulaiman mencatat kemajuan peradaban yang luar biasa. Dimasa itulah dibangun tempat pusat ibadah yang terkenal sebagai Haikal Sulaiman atau temple of Solomon atau juga Baitul Maqdis di Yerusalem Palestina..


TERUSIR DARI NEGERI SENDIRI
Kerajaan bani Israil yang gilang gemilang dan mencapai masa keemasan di zaman Daud dan Sulaiman berlangsung beberapa lama sebelum akhirnya terpecah. Sepeninggal Sulaiman, kerajaan menjadi lemah dan akhirnya pecah menjadi dua kerajaan. Disebelah utara berdiri kerajaan Yudea ( didukung 2 suku ) dan di sebelah selatan menjadi Kerajaan Israilliya ( 10 suku ). Meskipun lebih kecil wilayahnya, tetapi Yudea menguasai wilayah dimana baitul Maqdis yang dibangun Sulaiman berada di sana. Pada tahun 721SM ketika kerajaan Assiria berperang melawan Mesir, Assiria melalui Palestina. Kerajaan Israilliya yang berpihak pada Mesir jatuh setelah orang-orang Assiria menangkapi dan menawan serta membawa pergi penduduknya ke negeri mereka. Sementara itu kerajaan Yudea lebih panjang usianya sebelum akhirnya pada abad VI SM di tahun 586 SM Nebukadnezar dari Babilonia menyerbu dan membakar serta ,menghancurkan Temple of Sulaiman. Penduduk Yudea juga di tawan dan diangkut ke Babilonia.

Pada tahun 539 SM kerajaan Persia mengalahkan kerajaan Babilonia. Raja Cyrus dari Persia mengijinkan orang-orang Israil kembali dan membangun kembali rumah sucinya di Yerusalem. Dipimpin oleh Zerubabil tempat ibadah yang dibangun Sulaiman didirikan kembali meskipun tak lagi seindah aslinya dahulu. Riwayat bangsa Israil rupa-rupanya harus jatuh dalam kekuasaan berbagai bangsa. Terjajah dari satu kerajaan beralih ke kerajaan lain. Sementara itu penyelewenngan mereka terhadap ajaran tuhan semakin lama semakin jauh, tak lagi mereka mengenal Allah sebagaimana di ajarkan oleh nabi nabi kakaek moyangnya. Banyak nabi yang mereka khianati bahkan dibunuh. Allah yang semula menjadi Tuhan mereka telah berganti menjadi Yehova, ( YHWH atau Yahweh). Yahweh sebenarnya adalah nama berhala dewa dari bukit Sinai, yang akhirnya begitu dikeramatkan dan menjadi tuhan yang dominan bagi orang Israil. Ajaran para nabi-nabi telah dicampur adukkan dengan berbagai pemikiran dan filsafat yang akhirnya menjadi sebuah sistem kepercayaan yang dikenal dengan Judaisme atau Agama Yahudi. Nama yang dinisbatkan dari salah satu suku terbesar dalam bangsa Israil yakni suku keturunan Yahuda salah satu putra nabi Ya’kub. Sebenarnya penyelewengan –penyelewengnan itulah yang menyebabkan tuhan murka dan menghukum mereka terjajah dari satu penguasa ke penguasa lainnya.

Setelah Persia dikuasai Alexander dari Macedonia, kekuasaan terhadap orang-orang Yahudi berpindah ke tangan penguasa Macedonia, lalu beralih dalam kekuasaan Mesir, berganti kemudian dikuasai Dinasti Seleucid, kekuasaan Yunani, dan akhirnya di jajah Romawi. Pada tahun 70 SM karena memberontak pada Romawi, Yerusalem dibakar habis oleh kaisar Titus, kuil sulaiman kembali dihancurkan, hingga tamatlah sudah riwayat negeri orang Yahudi. Tetapi pada tahun 20 SM untuk mengambil hati orang Yahudi, Raja Romawi Herodes memerintahkan membangun kembali/ memperbesar bait yang dibangun oleh Zerubabil. Selanjutnya di tahun 135 M karena memberontak lagi, Penguasa Roma Hadrian mengusir orang-orang Yahudi kedalam pembuangan ( Diaspora), Yerusalem kembali dibakar habis, sejak itu Yerusalem tinggal reruntuhannya saja. Salah satu sisi dari reruntuhan dinding kuil Sulaiman masih tersisa dan kini dinamakan Tembok Ratapan. Orang Yahudi tersebar diberbagai penjuru dunia tanpa memiliki tanah air lagi. Negeri Palestina dikuasai Romawi cukup lama sampai akhirnya Romawi takhluk pada kekuasaan Islam. Di masa Khalifah Umar bin Khattab r.a Palestina diserahkan kepada kekuasaan Islam, dan di atas puing-puing reruntuhan Haikal Sulaiman atau yang dikenal sebagai kawasan Al Aqsho dibangunlah masjid yang kita kenal sebagai Masjid Umar. Cahaya Islam telah menyinari Yerusalem dan mengagungkan kota itu sebagai kota suci yang dimuliakan. (bersambung)

Oleh: Yusuf Nizar *

*) Pengurus Badko TPA Cabang Minggir

(Buletin Al-Fajr, Edisi 10, Tahun II, Februari '09, Rabiul Awwal 1430 H)

YOGYA, THE CITY OF CITATION

Yogya, kota dengan seribu nama. Mungkin kalimat itulah yang pas untuk menjabarkan salah satu keunikan Yogyakarta. Salah satunya adalah Yogya sebagai kota pelajar.

Mengapa disebut “Kota Pelajar?”, barang kali itulah kata yang pertama kali timbul bagi seseorang yang mengetahui Yogyakarta sebagai kota pelajar. Pertanyaan tersebut penting untuk ditelaah. Mereka ingin mengetahui asal-usul Kota Yogyakarta sebagai Kota Pelajar. Memang, banyak yang menarik dari Kota Yogyakarta selain Kota Pelajar, seperti Kota Kebudayaan, Kota Gudeg, Kota Dagadu, Kota Sepeda, dan lain sebagainya. Dari sebutan-sebutan tadi, yang patut dan penting diperhatikan adalah Kota Yogyakarta sebagai kota Pelajar. Masihkah Yogyakarta sebagai kota pelajar?? Itulah pertanyaan yang harus di perhatikan lagi, karena Kota Yogyakarta saat ini apakah masih pantas mendapat sebutan Kota Pelajar. Kota Yogyakarta (kotamadya, nama lain: Jogja, Yogya, Yogyakarta, Jogjakarta) adalah sebuah kotaIndonesia. Kota ini pernah menjadi ibu kota Indonesia pada masa revolusi, yaitu tahun 1946 – 1949. Yogya adalah ibu kota Daerah Istimewa Yogyakarta, yang dipimpin oleh Sri Sultan Hamengkubuwono X dan Pangeran Pakualam. Dulu Kota Yogyakarta merupakan tempat berdirinya organisasi-organisasi pendidikan seperti Taman Siswa, Muhammadiyah dan lainnya. besar di

Kemudian banyak bermunculan sekolah-sekolah lain yang digunakan untuk pusat pendidikan di Indonesia. Kota Yogyakarta dari dulu dikenal sebagai kota pelajar dan budaya, julukan tersebut tidak lepas dari banyaknya lembaga-lembaga pendidikan yang ada di Yogyakarta khususnya tingkat perguruan tinggi. Sehingga Yogya menjadi incaran utama bagi para calon siswa dan mahasiswa utuk melanjutkan jenjang pendidikannya di Yogya. Yogayakarta sebenarnya di kenal dengan Kota Pelajar karena dari dulu banyak pelajar yang menuntut ilmu ke Yogyakarta. Yogyakarta dipenuhi dengan para pelajar dari beragai kota di Indonesia. Mereka ingin menuntut ilmu di sana. Sejak dahulu, Yogyakarta sudah dikenal karena banyak terdapat sekolah-sekolah dan perguruan tinggi. Para pelajar tersebut sangat yakin bahwa mereka akan mendapatkan ilmu yang banyak di Yogyakarta. Dari dulu pusat pendidikan di Indonesia adalah Yogyakarta dengan banyak penduduk yangmerupakan pelajar.

Sebenarnya yang menjadi pusat perhatian para pelajar di kota-kota seluruh Indonesia untuk menuntut ilmu di Yogyakarta adalah di perguruan tingginya, namun perguruan tinggi tersebut tidaklah terdapat di wilayah Kota Yogyakarta. Perguruan tinggi tersebut banyak terdapat di pinggiran Kota Yogyakarta, seperti di daerah Kabupaten Sleman. Memang banyak perguruan tinggi yang terdapat di Daerah Istimewa Yogyakarta, namun yang terdapat di wilayah Kota Yogyakarta hanya beberapa saja. Perguruan tinggi yang menjadi incaran para pelajar seluruh Indonesia adalah perguruan tinggi seperti UGM( Universitas Gadjah Mada) dan UNY( Universitas Negeri Yogyakarta). Kedua perguruan tinggi tersebut memang terdapat di Kabupaten Sleman, namun dapat mempengaruhi sebutan Kota Pelajar untuk Kota Yogyakarta. Kota Yogyakarta terkenal dengan SMP dan SMAnya dan bukan dari perguruan tingginya. Kota Yogyakarta memang tidak memiliki banyak perguruan tinggi negeri maupun swasta, namun Kota Yogyakarta masih memiliki sekolah yang dari SD, SMP, dan SMA mampu bersaing di tingkat nasional maupun internasional. Sekolah-sekolah tersebut masih banyak menarik perhatian para pelajar di luar Yogyakarta untuk menuntut ilmu di sana. SMP dan SMA di Kota Yogyakarta memiliki kualitas yang sudah tidak diragukan lagi, dengan terubkti telah menghasilkan lulusan yang terbaik dan mampu melanjutkan ke tingkat pendidikan selanjutnya di sekolah yang favorit dan penuh saingan. Sekolah-sekolah tersebut yang membuktikan bagi masyarakat bahwa Kota Yogyakarta bisa dikatakan sebagai Kota Pelajar. Dari beberapa alasan di atas, sebutan Kota Pelajar untuk Kota Yogyakarta diberikan. Dengan adanya pandangan masyarakat dengan kinerja sekolah-sekolah di Kota Yogyakarta untuk mendidik siswanya dengan baik. Memang sebutan Kota Pelajar untuk Kota Yogyakarta bukan karena terdapat banyak sekolahan saja, melainkan para pelajarnya yang pandai-pandai. Para pelajar dari Kota Yogyakarta banyak yang sudah terubkti masa depannya menjadi orang sukses, yang merupakan hasil didikan dari sekolah-sekolah di Kota Yogyakarta. Walaupun sekolah-sekolah di Kota Yogyakarta telah unggul dari segi kualitas dan fasilitas, usaha dan kerja keras para pelajarnyalah yang mampu membawa harum nama baik Kota Yogyakarta. Banyak pendapat yang mengungkapkan tentang sebutan Kota Pelajar untuk Kota Yogyakarta yang dilihat dari beberapa factor yang mengakibatkannya menjadi Kota Pelajar.

Ada yang berpendapat bahwa Kota Yogyakarta layak mendapat julukan Kota Pelajar karena dari banyak sekolah di Kota Yogyakarta yang mempunyai kualitas baik dan memenuhi segala fasilitas untuk belajar mengajarnya, sekolah tersebut adalah SD, SMP, dan SMA negeri maupun swasta yang ada di Kota Yogyakarta. Sekolah-sekolah di Kota Yogyakarta banyak menjadi incaran pelajar dari luar Kota Yogyakarta maupun luar Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Sekolah-sekolah tersebut menjadi incaran karena sekolah-sekolah tersebut sudah ada yang bertaraf nasional maupun internasional. Selain itu sekolah-sekolah di Kota Yogyakarta banyak yang menyediakan program pembelajaran yang khusus selain program regular. Program-program tersebut seperti program kelas akselerasi, kelas RSBI(Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional), dan kelas ITC yang merupakan kelas modern yang menggunakan laptop sebagai alat untuk belajar mengajar. Mulai tahun ajaran baru sekarang, Kota Yogyakarta menerapkan Kuota masuk SMP dan SMA di Kota Yogyakarta. Kuota tersebut adalah 70% untuk penduduk dalam Kota Yogyakarta, 25% untuk penduduk luar Kota Yogyakarta seperti Kabupaten Sleman, Bantul, Kulon Progo, dan Gunung Kidul, dan 5%lagi untuk penduduk luar Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Karena ada pembedaan Kuota yang lebih memihak dan mempermudahkan penduduk di Kota Yogyakarta, mungkin dapat merusak citra Kota Pelajar untuk Kota Yogyakarta. Kuota tersebut dapat merusak karena kualitas pelajar yang masuk ke SMP dan SMA faforit di Kota Yogyakarta menurun drastis.

Siswa dalam Kota Yogyakarta yang mendapatkan nilai ujian nasional sangat rendah saja sudah bisa masuk ke SMP dan SMA negeri di Kota Yogyakarta. Bahkan, dengan berlakunya RTO (Real Time Online) sebagai system seleksi penerimaan siswa baru di Kota Yogyakarta sangat mempengaruhi terhadap sekolah-sekolah swasta yang tidak dapat memenuhi daya tampung siswa barunya. Sekolah-sekolah swasta tersebut hanya bisa mendapatkan siswa beberapa persen saja dari jumlah kursi untuk siswa baru yang ada. Hal ini dapat merusak citra Kota Pelajar untuk Kota Yogyakarta. Apabila system kuota untuk masuk SMP maupun SMA di Kota Yogyakarta masih diberlakukan, mungkin sebutan Kota Pelajar untuk Kota Yogyakatrta akan berpindah ke kota lain, seperti Malang dan Magelang yang saat ini pendidikannya maju pesat dan mampu menarik perhatian pelajar-pelajar dari luar kota maupun provinsi untuk menuntut ilmu di sana. Selain dipengaruhi oleh sekolah-sekolah di dalam Wilayah Kota Yogyakarta tersebut, dapat dipengaruhi oleh adanya sekolah-sekolah dan perguruan tinggi negeri maupun swasta di pinggiran Kota Yogyakarta. Seperti UGM, UNY, dan UII merupakan perguruan tinggi yang bukan di dalam wilayah Kota Yogyakarta, namun perguruan tinggi tersebut berpengaruh terhadap sebutan Kota Pelajar bagi kota Yogyakarta.

Kesimpulannya, menurut saya Kota Yogyakarta saat ini sudah tidak bisa mendapatkan sebutan Kota Pelajar lagi, karena tingkat pendidikan sekolah-sekolah di Kota Yogyakarta sudah menurun. Selain itu dari dulu yang seharusnya mendapat julukan Kota Pelajar bukan hanya Kota Yogyakarta saja, tetapi seharusnya seluruh Daerah Istimewa Yogyakarta.

Oleh Andika Ilham Rahmatullah

KREDIT TANPA BUNGA, TANPA AGUNAN DAN TANPA MACET

Kemiskinan adalah bencana. Karena itulah tidak ada seorangpun di dunia ini sengaja ingin menjadi miskin. Oleh sebab itu, manusia menggunakan berbagai macam cara agar terhindar darinya, salah satunya adalah dengan melaksanakan program kredit.

Program kredit atau pinjaman dapat mempunyai dua sisi. Salah satunya adalah sisi yang menguntungkan dan sisi lainnya merugikan. Sisi yang menguntungkan bila modal dari kredit diputarkan dan memperoleh hasil. Sisi yang merugikan bila modal diputarkan tetapi hasilnya malah merugi, kemudian kredit menjadi macet, agunan disita oleh pemberi kredit (kreditur) dan sisa hutang masih menumpuk belum terlunasi.

Pada rakyat kecil kreditur jarang bersedia memberikan pinjaman. Hal ini disebabkan rakyat kecil umumnya tidak memiliki agunan yang disyaratkan. Padahal kreditur tidak mau mengalami resiko kerugian bila kredit macet. Oleh sebab itulah perlu dikembangkan adanya program kredit khusus untuk rakyat kecil. Kredit ini haruslah bersifat tanpa bunga, tanpa agunan dan tentu saja tanpa macet.

Oleh : Susilowati, A.Md.

EKONOMI ISLAM, EKONOMI YANG BERKEADILAN


Sebelum membahas lebih jauh tentang ekonomi Islam, terlebih dahulu kita harus berangkat dari titik awal yang sama. Kita harus yakin bahwa agama Islam adalah agama yang sempurna. Agama Islam bukanlah ‘agama’ seperti dalam perspektif sekuler barat, tetapi agama Islam adalah suatu ‘dien’, suatu sistem hidup yang menyeluruh yang mengatur seluruh sendi kehidupan manusia.

Agama Islam adalah suatu sistem hidup yang menyeluruh, yang mengatur dari masalah hal-hal kecil sampai hal-hal yang besar. Mulai dari maslah bersuci, beribadah, makan, berpakaian sampai masalah kenegaraan semuanya tidak luput dari tata aturan agama, demikian pula halnya dengan masalah ekonomi. Dalam perekonomian, Al Qur’an mengatur dengan jelas norma-norma yang harus dijalani oleh seorang pelaku ekonomi Islam. Selain itu Rosulullah SAW juga telah memberikan contoh teladan dalam hadits-haditsnya bagaimana berniaga, menjalankan roda perekonomian secara Islami.

Terdapat banyak penjelasan tentang perekonomian Islam, tetapi secara lebih sederhana perekonomian Islam dapatlah dikatakan sebagai perekonomian yang berkeadilan. Hal ini sebagai lawan dari sistem perekonomian diluar Islam yang terang-terang berwatak tidak adil. Didalam sejarah berulangkali terdapat contoh terjadinya friksi antar kelas akibat ketidakadilan tersebut. Antara kaum buruh melawan majikan, antara produsen dan konsumen, serta antara kreditur dan debitur, yang kesemuanya itu menunjukkan adanya suatu ketidak adilan didalam tata susunan kegiatan ekonomi.

Dengan sudut pandang yang lain, dapatlah dikatakan bahwa sistem ekonomi Islam adalah sistem ekonomi ‘jalan tengah’ diantara dua sistem besar yang secara ekstrem berseberangan, yaitu sistem ekonomi kapitalisme di satu sisi dan sistem ekonomi sosialisme di sisi yang lain. Islam menawarkan suatu jalan tengah, yaitu tetap mengakui hak-hak milik pribadi individu tetapi juga mengakui adanya fungsi komunal bagi kesejahteraan bersama.

Masalah terbesar bagi pengembangan ekonomi Islam adalah kurangnya pemahaman dikalangan sebagian besar ummat Islam bahwa Islam adalah lembaga kehidupan yang komplit. Banyak kaum muslimin yang melaksanakan sistem ekonomi kapitalisme tanpa menyadari bahwa sistem tersebut tidaklah sesuai dengan ajaran-ajaran Islam. Selain itu banyak pula kaum muslimin yang merasa tidak cocok dengan kapitalisme, kemudian menoleh kepada sosialisme sebagai alternatif ekonomi, tanpa menyadari bahwa didalam praktek sosialisme ada beberapa sendi yang tidak sesuai dengan ajaran Islam. Untuk itulah kita harus memberikan pemahaman yang lebih baik kepada ummat Islam agar mampu melihat Islam secara lebih komprehensif dan memahami ekonomi Islam sebagai suatu jalan hidup (way of life) dalam berkegiatan ekonomi.

Saat ini sub bagian perekonomian Islam yang mengalami perkembangan paling menyolok adalah sektor moneter. Yaitu dengan diterapkannya ‘sistem syariah’ kedalam tata ekonomi keuangan. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya bank-bank konvensional yang membuka konter syariah dalam produknya, bahkan hampir semua bank yang ada tentu mempunyai divisi ekonomi syariah. Dalam skala kecil, di daerah-daerah banyak bermunculan koperasi simpan pinjam yang menganut sistem syariah atau dengan istilah yang lebih dikenal BMT (Baitul Maal Wat Tamwil). Terlepas dari apa dan bagaimana penerapan sistem syariah pada lembaga-lembaga itu, kita harus mengacungkan jempol atas terobosan-terobosan yang yang telah dilakukan oleh para pelaku ekonomi tersebut.

Kata kunci dalam perekonomian syariah adalah adanya sistem ‘bagi hasil‘ atau ‘profit sharing’ sebagai sistem pengganti dari sistem ‘bunga bank’. Dalam pelaksanannya, sistem ekonomi ini memberikan perimbangan resiko bersama kepada pihak kreditur maupun debitur secara adil. Hal ini mengingat uang yang dipinjam dan diputarkan akan selalu berhadapan dengan resiko rugi maupun resiko laba dalam perputarannya. Bandingkan dengan sistem bunga yang selalu beranggapan bahwa dana yang dipinjam oleh nasabah selalu memberikan keuntungan.

Pelaksanaan sistem bagi hasil yang ideal menuntut prasyarat mutlak yaitu adanya nasabah peminjam yang amanah. Amanah secara umum berarti dapat dipercaya. Sehingga dengan adanya nasabah yang amanah penentuan bagi hasil untung maupun bagi hasil rugi dapat ditentukan dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya. Tanpa adanya nasabah yang amanah ini sistem ekonomi syariah adalah utopia semata dan hanya akan berhenti pada wacana teori di seminar-seminar saja.

Pengalaman di lapangan menunjukkan bahwa nasabah yang pernah menjadi debitur pada lembaga keuangan konvensional dan lembaga dengan sistem syariah akan merasakan bahwa lembaga ekonomi syariah terlampau lunak sehingga ada kecenderungan untuk dapat disepelekan saja. Lain ceritanya bila pada lembaga konvensional yang terkesan tega, kaku dan cenderung kejam. Oleh sebab itulah adanya nasabah yang amanah adalah syarat mutlak terciptanya sistem ekonomi islami.

Dalam agenda besar ekonomi syariah, kita dapat mengambil peran sesuai dengan kapasitas kita yaitu dimulai dengan meyakini akan ke sempurnaan ajaran Islam (As Syamil Al Islaam) kemudian mempelajari teori dan praktek ekonomi Islam serta menjaga apapun amanah yang ada pada kita. Insya Allah dengan demikian langkah kita yang kecil ini akan memberikan sumbangan bagi kebangkitan perekonomian ummat Islam.

Oleh : Muhammad Sulthon.

TARBIYAH BERSAMA MUHAMMADIYAH

“.....siapkan barisan...

wahai putra putri....!!

...... TK ‘Aisyiyah Bustanul Atfal........

Penggalan syair lagu, yang diajarkan saat duduk di bangku kindergartend tersebut masih terngiang. Sekilas terkesan sederhana, namun kalaulah bisa dimaknai dapat dijadikan visi yang dapat memberikan sejuta motivasi untuk mempersiapkan generasi masa depan. Selama kurun waktu hampir satu abad, Muhammadiyah telah ikut berperan mencerdaskan kehidupan bangsa. Khusus di lingkup Kecamatan Minggir telah berdiri sekolah dari tingkat Play Group, Kindergartend, SD, SMP, SMU/SMK, TPA maupun Asrama.

Pertimbangan amal usaha Muhammadiyah yang diwujudkan dengan mendirikan lembaga pendidikan pada masa lalu didasarkan atas pertimbangan begitu besar kebutuhan masyarakat terhadap pendidikan atau lembaga sekolah, komitmen Muhammadiyah untuk mendirikan sekolah yang bernafaskan keagamaan sehingga bisa memberikan bimbingan dalam men-tarbiyah masyarakat sekaligus media kaderisasi Muhammadiyah, mendirikan lembaga pendidikan menjadi salah satu wasilah da’wah dan kaderisasi.

Perjalanan waktu telah menorehkan tabiat dan mencetak karakter yang spesifik, berjuta problematika senantiasa menghiasi perjalanan, banyak masyarakat dengan sukarela telah mengikhlaskan sebagian tanah pekarangan untuk diwakafkan guna mendirikan lembaga pendidikan, berdasarkan data dari KUA Kecamatan Minggir tercatat 29 lokasi tanah wakaf yang diamanahkan untuk gedung sekolah Muhammadiyah, meskipun secara administrasi pengelola tanah wakaf (nadzir) adalah Nadzir perseorangan. Sesungguhnya Muhammadiyah memiliki aset sumber daya yang cukup, khususnya aset sumber daya manusia dan aset tanah wakaf. Saat acara Sarasehan trah Muhammadiyah Minggir yang diadakan bulan Januari yang lalu, ada beberapa permasalahan dalam tubuh internal Muhammadiyah khususnya bidang pendidikan, salah satu lontaran guru-guru TK ‘Aisyiyah Bustanul Atfal yang notabene anggota ‘Aisyiyah ibunda kita, mengungkapkan fakta munculnya sekolah-sekolah baru yang menjadi kompetitor, ada beberapa sekolah Muhammadiyah yang sudah tidak beroperasi lagi karena kekurangan murid, kebijakan pemerintah, contohnya mengenai penghapusan Sekolah Pendidikan Guru (SPG) dan ada beberapa faktor lainnya. Sehingga ada beberapa gedung sekolah Muhammadiyah yang sekarang kosong yang belum dimanfaatkan secara maksimal. Di sisi lain sebagian besar nadzir yang dulu mengelola sekolah Muhammadiyah telah meninggal sehingga secara administrasi harus ada penggantian nadzir baru, pengganti nadzir dapat perseorangan maupun Badan Hukum (NU, Muhammadiyah, LDII, Yayasan dll red) proses ini dilakukan agar terdapat kejelasan pengelola tanah wakaf.

Karakter masa seringkali berubah, karakter masa saat ini adalah “Padang Kurusetra”, kompetisi, masa hitam-putih, tuntutan marketable. Menjamurnya lembaga pendidikan swasta yang bernaung di bawah yayasan/ormas pada saat ini sebuah keniscayaan zaman, merupakan hak dan sebagai perwujudan ikut mencerdaskan kehidupan bangsa terlepas dari tujuan dan motivasi yang sesunggguhnya ingin dicapai. Sisi suram yang sangat menyedihkan adalah saat menjamurnya lembaga pendidikan dipandang sebagai dampak dari virus “industri pendidikan” lembaga pendidikan menjadi pabrik pendulang uang. Dampak positif yang terjadi secara alami di lapangan setiap lembaga pendidikan berusaha menawarkan dan menyiapkan diri sebagai lembaga pendidikan yang marketable. Lembaga-lembaga pendidikan yang bersama-sama memproklamirkan diri mewarisi risalah da’wah, alangkah indah, arif dan bijaksana bersama wata’awanungalal birri wattaqwa. Muhammadiyah masih memiliki aset yang cukup, baik SDM mapun aset tanah wakaf yang harus dijaga, ini merupakan modal yang potensial salah satunya untuk mengembangkan lembaga pendidikan, harus disadari Muhammadiyah mampu menawarkan lembaga pendidikan yang mencitrakan karakter yang Islami selama berani untuk fastabiqul khoirat, Sesungguhnya peradaban merupakan manifestasi dari iman dan taqwa.

Oleh: Barid Setiawan

BERBAGAI KEBAIKAN DIHAMPARKAN


Sesungguhnya hanya dengan keimanan dan ilmu pengetahuan umat ini akan ditinggikan derajatnya oleh Allah. Ilmu yang dipelajari atas dasar iman dan diejawantahkan dalam produktifitas amal shaleh dalam kehidupan. Jelas sekali, karena dalam Islam yang dikehendaki bukanlah sebatas konsep, melainkan sampai tataran aplikatif.

“Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antara kalian dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat.” (Al-Mujadilah: 11)

Terlepas dari itu, Islam telah mempersiapkan berbagai limpahan pahala dan kebaikan bagi para penuntut ilmu.

Rasulullah bersabda, “Barangsiapa meniti satu jalan untuk mencari ilmu, niscaya Allah membentangkan baginya satu jalan dari jalan-jalan surga. Dan sesungguhnya para malaikat membentangkan sayap-sayap mereka karena ridha terhadap thalibul ‘ilmi (penuntut ilmu agama). Dan sesungguhnya seorang alim itu, dimintakan ampun oleh siapa saja yang ada di langit dan di bumi dan oleh ikan-ikan yang ada di dalam air. Dan sesungguhnya keutamaan orang alim (berilmu) atas seorang ahli ibadah seperti Keutamaan bulan di malam purnama atas seluruh bintang-bintang. Dan sesungguhnya para nabi tidak mewariskan dinar dan dirham, tetapi mereka telah mewariskan ilmu. Barangsiapa yang mengambil-nya, berarti dia telah mengambil bagian yang banyak”. (HR. Abu Dawud, At-Tirmidzi, Ibnu Majah, Ahmad dan lainnya. Dihasankan oleh Syaikh Salim al-Hilali di dalam Bahjatun Nazhirin)

Dalam sabda yang lain dikatakan, “Barangsiapa meniti jalan untuk mencari ilmu, maka Allah memudahkan jalan baginya ke surga.” (HR. Muslim)

Rasulullah juga bersabda, “Barangsiapa yang keluar untuk menuntut ilmu, maka ia fisabilillah sampai ia pulang.” (HR. Tirmidzi)

Maka semestinya seorang Muslim senantiasa memiliki semangat untuk mencari ilmu, tidak sebatas di bangku sekolah tetapi di manapun dan kapanpun. Bahkan meski sampai negeri China, ‘Tholabul ‘ilmi wa lau bissin,’ kata Rasul.

Khlaifah Ali bin Abi Thalib pernah memberi nasehat kepada seorang tabiin, “Wahai Kumail bin Ziyad! Sesungguhnya hati itu adalah wadah, maka sebaik-baik wadah adalah yang paling banyak memuat kebaikan. Ingatlah apa yang akan aku katakan kepadamu: Manusia itu ada tiga macam: Seorang ‘alim rabbani (seorang yang berilmu, mengamalkan ilmunya dan mengajarkannya), seorang pelajar yang berada di atas jalan keselamatan, dan orang-orang hina, para pengikut setiap yang berteriak. Mereka mengikuti (arus) setiap angin, mereka tidak mendapatkan cahaya ilmu dan tidak berpegangan dengan tiang yang kokoh.” (Min Washaya As–Salaf, Syaikh Salim bin ‘Ied Al-Hilali).

Nah, sekarang silakan pilih ingin termasuk kategori yang mana. Wallahua’lam bi shawwab [ibnu hamdani dari berbagai sumber]

Tentang Ilmu

Kedhaliman yang berkaitan dengan Ilmu

1. Mengajarkan Tanpa Dasar yang Kuat (asal)

Waspadailah berbagai kemudahan dalam memahami ilmu agama tanpa disandarkan pada sumber hukum yang kuat. Salah satu strategi Zionis adalah dengan menjauhkan Muslim dari sumber-sumber asli. Seolah mereka telah cukup menelaah buku-buku dengan kutipan kesekian kalinya. Sehingga tidak perlu lagi mempelajari kitab-kitab (kitab induk) yang ditulis ulama terdahulu.

Orang lebih senang mendengarkan lantunan Al Quran dari MP3, Tape recorder, atau VCD, tetapi enggan membaca. Waspadalah itu salah satu strategi Zionis menjauhkan umat Islam dari Al Quran.

2. Mencari Ilmu dengan Niat yang Keliru

Dalam sebuah hadits, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa salam mengingatkan kita dengan sabdanya: "Barangsiapa mempelajari ilmu untuk bermegah-megahan di antara ulama' atau untuk membantah orang-orang bodoh, atau untuk mengambil simpati orang banyak kepadanya, maka ia akan dimasukkan ke dalam neraka".(HR. Turmudzi).

3. Ilmu hanya untuk golongan tertentu

Sekarang marak berbagai pelatihan, seminar dan workshop ilmu agama yang diadakan di hotel-hotel atau tempat mewah lainnya dengan biaya jutaan rupiah, tanpa diimbangi dengan menggelar acara untuk umum, sehingga mereka yang tidak mampu mengikutinya tidak mengetahui ilmu itu.

Hadits-Hadits

"Jadilah kamu seorang pengajar, atau pelajar, atau mendengarkan (ilmu), atau mencintai (ilmu), dan janganlah kamu menjadi orang yang kelima, kamu pasti menjadi orang yang celaka." (H.R. Imam Baihaki)

Maksud dari orang kelima di sini adalah janganlah menjadi orang yang bodoh, yang akan celaka di dunia dan akhirat kelak, sehingga dapat terjerumuskan kepada hal-hal keburukan.

“Kelebihan seorang yang alim daripada orang yang rajin ibadah, bagaikan kelebihanku terhadap orang yang terendah di antaramu.” (HR. Tirmidzi dari Abu Umamah)

“Sesungguhnya Nabi tidak mewariskan uang dinar atau dirham hanya mereka mewariskan ilmu agama, maka siapa yang telah mendapatkannya berarti telah mengambil bagian yang besar.” (HR. Abu Dawud-Tirmidzi dari Abu Darda’)

dikutip dari Buku ‘Sabda-Sabda Pencerah Jiwa’ tulisan Ibnu Hamdani

Potret Kegigihan Ulama Zaman Dahulu dalam Menuntut Ilmu

Para Imam penyusun Kitab Hadits memiliki beberapa kelebihan berupa kekuatan niat, keikhlasan, kesungguhan dan kerja keras dalam mengabdikan diri kepada Allah swt. sebagai pelayan ummat. Sikap hidup demikian merupakan teladan sisi ketakwaan berupa pengorbanan sepanjang usia hayat, pencurahan kepandaian, ketekunan dan ketelitian yang tidak mengenal ujung batas sejauh Allah swt. masih mencurahkan rahmat kesehatan jasmani dan pemahaman nilai ukhrawi. Betapa besar manfaat yang dianugerahkan kepada ummat Islam atas kehadiran mereka yang memperkuat cahaya Sunnah Rasulullah saw., yang mempermudah dan menyeragamkan ibadah, yang mengajarkan hikmah kebenaran, yang menghilangkan keraguan penerapan nilai-nilai agama sebagai jalan hidup menuju ridha dan maghfirahNya.

Kumpulan kitab hadits mereka dikenal sebagai Al-Kutub As-Sittah (Kitab yang Enam) terdiri dari Sahih Bukhari, Sahih Muslim, Sunan Abu Dawud, Sunan At-Tirmizi, Sunan An-Nasa’i, Sunan Ibnu Majah, disamping Muwaththa’ Imam Malik.

Imam Bukhari banyak melawat ke tempat-tempat yang jauh untuk mengumpulkan dan mempelajari hadits Rasulullah saw. dan mengetahui latar belakang orang-orang yang meriwayatknnya. Daerah-daerah yang dikunjunginya adalah Syam (Suriah), Mesir dan Aljazair masing-masing dua kali, ke Basra empat kali, menetap di Makkah dan Madinah selama enam tahun, berulang kali ke Kufah dan Baghdad. Dari hasil kunjungannya tersebut Imam Bukhari berhasil mengumpulkan 600.000 hadits, dimana sebanyak 300.000 hadits berhasil dihafalnya di luar kepala, yang terdiri dari hadits shahih dan tidak shahih.

Sementera Imam Muslim yang memiliki kepribadian yang patut diteladani yakni wara’ (menjauhi hal-hal yang syubhat atau meragukan), zuhud (tidak berorientasi pada kemegahan duniawi dan kekayaan bendawi), tawadhu’ dan ikhlas, yang didukung oleh kecerdasan luar biasa, ketekunan dan kemauan belajar yang kuat.

Sebagaimana yang dilakukan Imam Bukhari, beliau juga menulis banyak kitab yang dijadikan sumber atau referensi penulis-penulis sesudahnya, dan yang paling terkenal adalah Kitab al Jami’ as Shahih Muslim yang lebih dikenal sebagai Shahih Muslim, yang menurut salah seorang Guru Besar Universitas Damsyik didalamnya termuat 3030 hadits tanpa pengulangan atau 10.000 hadits dengan pengulangan. Hadits sebanyak ini sudah merupakan saringan dari 300.000 hadits yang diperolehnya selama masa pengumpulan, dan untuk menyeleksinya Imam Muslim menghabiskan waktu selama lima belas tahun.

Muslim Itu…Tak Pernah Jemu Mencari ‘Ilmu

"Wahai manusia belajarlah, sesungguhnya ilmu itu hanya dengan belajar
dan fiqh (faham agama) itu hanya dengan bertafaqquh
(belajar ilmu agama/ilmu fiqh). Dan barangsiapa yang dikehendaki baik oleh Allah, maka ia akan difaqihkan (difahamkan) dalam agama ini."

(HR. Ibnu Abi Ashim, Thabrani, Al-Bazzar dan Abu Nu'aim, hadits hasan).

Bermula dari Iqra’

“Iqra’”…“Iqra’”…, Kita tentunya sangat berharap getar suara Jibril sewaktu menemui Rasulullah di Gua Hira itu tak pernah sirna. Terus meresapi setiap jiwa kaum muslimin dan muslimat untuk senantiasa membaca kalam Allah yang termaktub dalam Alquran, maupun yang terhampar di alam semesta ini. Kita sangat berharap lantunan perintah ‘Iqra’” itu menjadi amunisi yang selalu siap untuk membangkitkan semangat berlipat-lipat kepada seluruh umat manusia terlebih kaum muslim untuk tiada henti belajar dan belajar demi kemanfaatan dunia dan akhiratnya.

Ya, kalimat iqra’ itu semoga tetap menggema sepanjang masa. Karena dengan ilmu, hidup ini menjadi mudah, mudah untuk dihadapi, mudah untuk dijalani.

Karena ilmu dunia bisa didapat, akhirat akan selamat. Persis seperti kata penuh hikmah dari Imam Syafi’i rahimahullah, sesiapa yang ingin meraih bahagia dunia mestilah dengan ilmu, sesiapa yang menginginkan kedamaian akhirat, mestilah dengan ilmu. Sesiapa yang ingin dua-duanya mestilah dengan ilmu.

“Barangsiapa yang menginginkan dunia maka hendaklah dengan ilmu,
barangsiapa yang menginginkan akhirat maka hendaklah dengan ilmu,
dan barangsiapa yang menginginkan keduanya maka hendaklah dengan ilmu.”
(Al-Majmu’, Imam An-Nawawi).

HADITS 3

"Dari Asma' ra., ia berkata, “Nabi Saw. Bersabda kepadaku: ‘Janganlah kamu menghalangi shadaqah sehingga kamu dihalangi rizkimu.’”
(HR. Bukhari)


“Bershadaqah tidaklah mengurangi harta.” (HR. Muslim)


"Dari Haritsah bin Wahab Al Khuza'iy ra., ia berkata : “Saya mendengar Nabi Saw. Bersabda, ‘Bershadaqahlah, sesungguhnya akan datang atasmu suatu masa yang mana seseorang berjalan membawa shadaqahnya maka ia tidak menjumpai orang yang mau menerimanya.’ Seseorang berkata: ‘Seandainya kamu membawanya kemarin niscaya saya menerimanya, adapun hari ini saya tidak membutuhkannya.’” (HR. Bukhari)


Dikutip dari Buku ‘Sabda-Sabda Pencerah Jiwa’ tulisan Ibnu Hamdani

Seorang Pemuda di Waktu Shubuh

“Biasane rung tangi to?" tanya seorang bapak kepada seorang pemuda ketika mereka bersama-sama meninggalkan masjid selepas shalat subuh.

"Iki mau mergo ndelok bal-balan."
jawab sang pemuda.

Begitulah kurang lebih percakapan singkat seusai shalat subuh berjamaah di sebuah kampung. Pemuda tadi belum serajin bapak yang bertanya dalam menghadiri shalat shubuh berjamaah. Wajar bila muncul pertanyaan seperti itu, karena biasanya pemuda itu tidak mengisi shaf shalat shubuh. Pemuda itu dikenal suka nonton sepakbola. Mungkin dini hari itu ada pertandingan sepakbola di televisi sehingga pemuda itu menontonnya hingga waktu shubuh tiba.

Hidup merupakan perjalanan yang di dalamnya terdapat bermacam-macam peristiwa. Setiap peristiwa bisa dijadikan guru, dijadikan pelajaran. Hal itu karena dalam setiap peristiwa terkandung ilmu yang bermanfaat bagi pelakunya maupun bagi kita yang mengetahui peristiwa tersebut. Tak terkecuali potongan percakapan antara bapak dan seorang pemuda yang di muka.

Pertanyaan bapak kepada pemuda tadi memang lugas, sedikit menyindir, mungkin dengan sedikit bercanda, bahkan mungkin bercanda sambil menyindir. Tetapi karena hubungan (ukhuwah) keduanya yang dekat, saling menyayangi, maka pertanyaan tadi tidak menimbulkan kebencian dalam diri pemuda tersebut.

Bayangkan jika bapak dan pemuda tadi bermusuhan, ucapan "Biasane rung tangi to?" bisa jadi dianggap sebagai sindiran pedas. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengajarkan kepada kita untuk berbicara yang sopan dan tidak menyakitkan hati sekaligus saling menyayangi. Dalam kitab Riyadhush Shalihin terdapat hadis yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim, yaitu: Jarir bin Abdillah radhiyallahu ‘anhu berkata: Bersabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam: "Siapa yang tidak kasih kepada sesama manusia, tidak dikasihi Allah."

Peristiwa ini mengajarkan kepada kita bahwa kita harus saling menyayangi. Saran, kritik, canda, dan tawa sedapat mungkin tidak membuat sakit hati orang lain.

Jika mengulas inti dari percakapan tersebut, pertanyaan bapak kepada pemuda tadi juga merupakan perhatian kepada seseorang. Peristiwa tersebut mengingatkan tentang perhatian yang diberikan oleh Umar bin Khaththab radhiyallahu ‘anhu kepada Sulaiman bin Hatsmah radhiyallahu ‘anhu. Kejadiannya juga seputar shalat shubuh. Bedanya ialah waktu itu pokok pertanyaan yang diajukan Umar radhiyallahu ‘anhu (kepada ibunda Sulaiman) bukan karena yang ditanyakan ikut shalat di masjid, tetapi karena Sulaiman radhiyallahu ‘anhu tidak hadir pada jamaah shalat shubuh. Itulah contoh sebuah ukhuwah yang berasal dari Umar radhiyallahu ‘anhu. Seorang khalifah di masanya yang pernah mengalami kehidupan bersama generasi terbaik di muka bumi, yaitu generasi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Selain itu, ada harapan pemuda tersebut tersentuh hatinya sehingga ia menjadi seorang yang lebih rajin shalat ke masjid. Semoga.

Di sisi lain, pemuda tadi ke masjid karena sebelumnya menonton sepakbola di televisi. Bagi pemuda tersebut, mungkin pergi ke masjid ketika sebelumnya tidak tidur lebih ringan daripada pergi ke masjid setelah memutus tidurnya. Sesuatu yang berat jika dimulai dengan yang ringan insyaAllah pada akhirnya akan mampu mengerjakan yang tadinya terasa berat. Yang penting ada usaha untuk semakin baik dalam mengerjakan suatu hal tersebut. Begitu pula dengan isi dari buletin ini, belumlah seberapa jika dibandingkan isi/ilmu agama Islam. Tetapi sedikit demi sedikit, mari kita berusaha menambah ilmu kita.

Semoga kita, pemuda itu, bapak itu, dan saudara-saudara kita termasuk orang yang dibuka hatinya oleh Allah Ta’ala agar mudah dalam menerima dan melaksanakan petunjuk Allah Ta’ala.

“Sesungguhnya orang-orang kafir, sama saja bagi mereka,
kamu beri peringatan atau tidak kamu beri peringatan,
mereka tidak juga akan beriman.
Allah telah mengunci-mati hati
dan pendengaran mereka dan penglihatan mereka ditutup.
Dan bagi mereka siksa yang amat berat.” (QS. Al Baqarah 6-7)


Oleh: Farhan Hasbu, ST.

Menguak Kekuatan Shadaqah

Allah telah menghapuskan riba dan menyuburkan shadaqah. Karena dalam riba itu terdapat berbagai kemudharatan yang akan membawa kepada kehancuran, sebaliknya dalam shadaqah tersimpan hikmah dan kekuatan yang memberi manfaat kepada manusia. Maka selayaknya kita terus berupaya menjadikan shadaqah sebagai suatu amal ibadah yang dapat dilakukan secara konsisten. Bershadaqah adalah bagian tak terpisahkan dari ajaran Islam. Kesempurnaan Islam seseorang bukan semata ditentukan oleh ibadah-ibadah yang dilakukan secara individu (mahdlah) namun juga dipengaruhi bagaimana ia dapat berinteraksi dan memerhatikan keadaan saudaranya yang lain.

Selain itu, dakwah Islam selain memerlukan sumber daya manusia yang berkualitas juga membutuhkan pendanaan yang memadai sehingga kegiatan dakwah dapat terlaksana dengan mencapai hasil yang maksimal. Generasi awal umat ini telah menjadi bukti tak terbantahkan tentang kekuatan shadaqah yang turut mendukung terwujudnya masa Islam yang gemilang. Simaklah bagaimana para sahabat Rasulullah saling berlomba dalam bershadaqah, Abu Bakar membawa semua hartanya sewaktu hijrah demi perjuangan Islam, Abdurrahman bin ‘Auf pernah menginfakkan separuh hartanya, lalu menambahinya dengan empat puluh ribu dinar, lalu ditambahi dengan lima rastu ekor kuda dan lima ratus ekor onta. Sementara Ustman bin Affan menyumbang seribu dinar untuk persiapan perang meskipun sedang masa paceklik. Menyambut apa yang dilakukan Utsman ini Rasulullah bersabda, “Utsman tidak akan melarat karena apa yang dikerjakannya setelah ini,” beliau mengulanginya beberapa kali.

Ya, sesungguhnya zakat, infak, shadaqah maupun wakaf bukanlah pengeluaran (cost), tetapi itu semua adalah investasi akhirat yang tiada pernah akan mengalami kerugian, “Sesungguhnya orang-orang yang selalu membaca kitab Allah dan mendirikan shalat dan menafkahkan sebahagian dari rezki yang Kami anugerahkan kepada mereka dengan diam-diam dan terang-terangan, mereka itu mengharapkan perniagaan yang tidak akan merugi.” (Faathir [35]: 29)

Rasulullah menjelaskan bahwa harta yang kita miliki hanyalah apa yang kita makan sampai habis, kita kenakan sampai lusuh dan kita belanjakan di jalan Allah. Selain yang demikian itu sebenarnya bukan miliki kita, karena bisa jadi ia diambil lagi oleh Allah tanpa sempat kita memanfaatkannya atau ia berpindah kepada orang lain. Maka bila kita ingin harta kita abadi dan dapat memberikan keuntungan terus-menerus jangan ragu lagi, shadaqahkanlah di jalan Allah.

Besarnya Pahala Shadaqah

“Shadaqahkan sebagian harta Anda, kepada orang lain niscaya Anda akan dilapangkan dari kesempitan, dimudahkan dari kesulitan, dihindarkan dari kedukaan. Dan, Anda akan memperoleh keuntungan yang berlipat-lipat.” Tidak masuk akal! Mungkin itu ucapan yang pertama kali terlontar dari mulut kita. Kita butuh uang, mengapa justru kita memberikan uang kepada orang lain, yang tidak memberikan keuntungan apa-apa pada diri kita? Memang, yang lebih logis kalau kita menginvestasikan harta kita untuk membeli saham, mendeposito di bank yang memungkinkan harta kita akan bertambah.

Untuk tahu jawabnya, mari kita cermati matematika shadaqah yang di uraikan Ust. Yusuf Mansur. Menurut logika 10-1 = 9, tetapi tidak untuk shadaqah. 10-1 = 19. Ya, karena satu shadaqah yang kita belanjakan di jalan Allah akan dilipatgandakan minimal menjadi 10 kali lipat, sedangkan harta yang tidak kita infakkan, akan tetap nilainya.

“Barangsiapa membawa amal yang baik, maka baginya (pahala) sepuluh kali lipat amalnya; dan barangsiapa yang membawa perbuatan jahat maka dia tidak diberi pembalasan melainkan seimbang dengan kejahatannya, sedang mereka sedikitpun tidak dianiaya (dirugikan).” (Al An'aam [6]: 160)

Besarnya pahala itu menjadi hak Allah untuk menentukannya. Bahkan adakalanya dilipatgandakan sampai 700 kali. Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui.” (Al Baqarah [2]: 261)

Imam Muslim mentakhrij dari Abu Mas’ud ra. ia berkata, “Ada seorang laki-laki datang sambil membawa seekor onta yang diberangus, seraya berkata, “Onta ini aku shadaqahkan untuk jalan Allah.”

Beliau bersabda, “Pada hari kiamat engkau akan mendapatkan tujuh ratus onta yang serupa dengannya, yang semuanya dalam keadaan diberangus.”

Selain itu, shadaqah juga mendatangkan banyak kemanfaatan, antara lain, menghapuskan dosa, mempererat silaturahmi dan kasih sayang, mendatangkan ridha Allah sehingga memudahkan kita untuk mendapat pertolongan-Nya.

Hakikat Harta

Seringkali kita menganggap semua yang ada dalam kekuasaan kita merupakan harta yang kita miliki. Padahal apa saja yang belum kita pakai sebetulnya bukan harta kita. Uang yang kita simpan di bank belum tentu menjadi milik kita, bisa jadi bank kena likuidasi, atau rekening kita dibobol orang. Begitu juga rumah, perhiasan, semuanya bisa lenyap dalam sekejapan mata. Harta kita adalah apa yang kita makan, kita pakai. Dan kita shadaqahkan, maka dia akan kekal dan akan memberi manfaat terus-menerus untuk kita.

Sebagaimana sabda Rasulullah, “Ketahuilah bahwa harta milik sendiri yaitu harta (uang) yang sudah diamalkan dan dipakai keperluannya, sedangkan harta warisan yaitu harta yang belum dipakai (masih disimpan).” (HR. Bukhari dari Ibnu Mas’ud)

Suatu ketika para sahabat menyembelih kambing, lalu Nabi bersabda, ‘Apa yang tersisa darinya?’ ‘Aisyah menjawab, ‘Tiada yang tersisa, kecuali sampil mukanya.’ Sabdanya pula, ‘Berarti semuanya tetap ada, kecuali sampil muka yang tidak tetap.” (HR. Tirmidzi)

Maksudnya apapun yang dishadaqahkan akan tetap ada di akhirat kelak, atau Allah menggantinya di dunia dengan penggantian yang lain, yang terkadang tidak kita sadari. Sebaliknya sampil yang tidak dishadaqahkan akan habis setelah dimakan dan tidak mendatangkan pahala.

Pahala dari shadaqah itu akan terus bertambah, menggunung tinggi. “Barangsiapa shadaqah sebesar biji kurma dari hasil kerja halal, dan Allah tidak menerima, kecuali dari kerja yang halal, maka Allah akan menerima shadaqah itu dengan tangan kananNya, lalu menjaganya baik-baik, seperti orang menjaga anak kuda hingga sebesar bukit.” (HR. Bukhari Muslim dari Abu Hurairah)

Jelaslah bahwa seorang yang dengan ikhlas bershadaqah tidak akan pernah rugi. Sebaliknya Allah akan mengganti harta yang dishadaqahkan itu dengan yang lebih baik.

Pengelolaan ZIS dan Wakaf, dari Konsumtif ke Produktif

Sebetulnya kekuatan umat Islam sangat menakjubkan, meskpiun konon secara ekonomi berada di bawah umat lain, tetapi bila kita mencermati kekuatan kolektif yang dapat dipersatukan maka akan kita temui hal yang mengagumkan. Misal, saat ini umat Islam di Kecamatan Minggir jumlahnya lebih dari 26.000 jiwa, jika dalam satu bulan saja mereka dapat menyisihkan uang sebanyak Rp 1000, maka akan dapat dikumpulkan dana sebanyak Rp. 26 juta per bulan. Sebuah jumlah yang luar biasa dan barangkali tidak pernah kita perhitungkan.

Dana tersebut sudah lebih dari cukup untuk mendirikan sebuah badan usaha guna mencukupi kebutuhan umat Islam sehingga mampu kuat secara ekonomi, mendirikan kios-kios untuk disewakan atau usaha produktif lainnya. Selebihnya dapat digunakan menggaji seorang ulama yang memang bersedia mencurahkan hidupnya dalam gerak dakwah di Kecamatan Minggir sehingga akan lebih fokus dan tertata dengan rapi dan sistematis.

Selama ini ZIS dan Wakaf masih untuk kebutuhan yang bersifat konsumtif dan kebanyakan lebih ditujukan guna pembangunan fisik. Padahal pembagunan dalam segi ekonomi dan peningkatan kualitas sumber daya manusia melalui pelatihan, pendidikan dan semacamnya jauh lebih memberikan efek yang positif sekaligus sebagai investasi terbentuknya generasi yang mau dan mampu menjadi motor dakwah di Kecamatan Minggir. Maka sangat diperlukan adanya Lembaga ZISWAF yang melingkupi wilayah satu kecamatan, karena akan lebih adil dalam distribusi, kuat pengelolaannya dan dapat meningkatkan ukhuwah Islamiyah.

Kita dapat belajar dari pengelolaan ZISWAF (Zakat Infak Shadaqah Wakaf) pada masa khalifah ‘Umar, saat Islam mencapai kemakmuran yang mengagumkan. Pada masa itu pengelolaan dana di Baitul Maal dioptimalkan untuk kepentingan umat, sehingga dana yang ada tidak hanya tersimpan. Bahkan tanah-tanah wakaf juga digunakan untuk usaha produktif.

Islam sangat menganjurkan produktifitas dari segala kepemilikan yang dimiliki oleh seorang Muslim. Termasuk produktifitas dari tanah juga perlu diperhatikan. Kaum Muslimin diperintahkan untuk mengelola semaksimal mungkin tanah-tanah yang mereka miliki, termasuk tanah yang belum ada pemiliknya.

Seorang sahabat Nabi, Bilal bin Harits, pernah mendatangi Nabi untuk meminta sebidang tanah yang luas. Nabi memberinya sebagai iqtha’ (yakni pemberian tanah untuk dikelola agar lebih produktif serta mendatangkan keuntungan bagi negara). Namun semasa Khalifah ‘Umar tanah tersebut diminta kembali karena Bilal dianggap gagal mengelolanya. Khalifah ‘Umar menetapkan tiga tahun untuk membuka tanah, jika seseorang tidak mengelolanya maka orang lain berhak menanaminya.

Bukan hanya itu saja, tetapi Khalifah ‘Umar juga memerintahkan kepada para Gubernurnya untuk meningkatkan produktifitas atas tanah yang dapat dikelola, beliau menulis surat kepada salah seorang gubernurnya;

“Perhatikanlah tanah Negara di propinsimu dan bagikanlah tanah itu dengan syarat pembagian setengah dari hasil panen atau kurang, dengan mengurangi bagian Negara hingga sepersepuluh. Namun, jika tanah tersebut terlalu tandus sehingga tak seorang pun mau menanaminya meskipun hanya dengan pembagian sepersepuluh, maka berikanlah tanah itu tanpa syarat. Sekirannya masih tak ada seorang pun yang menanaminya, maka biayailah penanamannya dari Baitul Maal sehingga tidak ada tanah yang ada dalam kendalimu sia-sia.”

Penekanan yang begitu besar terhadap tanah pertanian dapat dipahami karena pada masa itu sektor pertanian menjadi salah satu tumpuan utama masyarakat Islam. Pada konteks sekarang harus dipahami bahwa seorang Muslim harus mengoptimalkan atau mendayagunakan semua kepemilikannya agar setidaknya bernilai ekonomis demi kepentingan bersama.

“Siapa yang memiliki tanah hendaklah ditanaminya. Jika dia tidak sanggup menanaminya sendiri maka hendaklah disuruhnya saudaranya menanami.” (Mukhtasar Sahih Muslim)

Kisah di atas adalah potret perlunya pemberdayaan ZISWAF agar lebih produktif dan dapat mendatangkan manfaat sebesar-besarnya kepada umat Islam.

Jangan Menunda untuk Bershadaqah

Sekali-kali janganlah orang-orang yang bakhil dengan harta yang Allah berikan kepada mereka dari karuniaNya menyangka, bahwa kebakhilan itu baik bagi mereka. Sebenarnya kebakhilan itu adalah buruk bagi mereka. Harta yang mereka bakhilkan itu akan dikalungkan kelak di lehernya di hari kiamat. Dan kepunyaan Allah-lah segala warisan (yang ada) di langit dan di bumi. Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (Ali 'Imran [3]: 180)

Menunda bershadaqah sama artinya dengan mengahalangi keuntungan yang lebih banyak dari harta kita. Sesungguhnya kita tidak tahu apakah besok atau lusa masih mempunyai harta, karenanya Rasulullah pernah mengingatkan, ‘Gunakanlah masa kayamu sebelum datang masa miskinmu.” Yang lebih tragis jika penundaan bershadaqah itu didahului oleh ajal yang bisa datang setiap saat. Hingga keinginan itu hanya akan menjadi penyesalan di akhirat kelak. Allah mengisahkan penyesalan mereka itu dalam catatan yang abadi, “Dan belanjakanlah sebagian dari apa yang telah Kami berikan kepadamu sebelum datang kematian kepada salah seorang di antara kamu; lalu ia berkata: "Ya Rabb-ku, mengapa Engkau tidak menangguhkan (kematian)ku sampai waktu yang dekat, yang menyebabkan aku dapat bersedekah dan aku termasuk orang-orang yang saleh?" (Al Munaafiquun [63]: 10)

Itulah penyesalan yang sudah tiada berguna. Suatu pertaubatan yang terlambat. Tidak cukupkah semua itu menjadi peringatan bagi kita? Wallahu’alam bi shawwab. [eko]

Beberapa Hal yang Perlu diperhatikan dalam bershadaqah!

1. Memberikan sesuatu yang terbaik yang kita miliki. Bukan sesuatu yang sudah tidak kita senangi apalagi yang sudah tidak kita butuhkan.

2. Lebih utama memulainya dari kerabat atau keluarga dekat, karena akan mengokohkan hubungan keluarga.

3. Shadaqah tidak harus berupa uang, tetapi apa saja yang dapat memberi manfaat kepada orang lain ataupun dalam perjuangan Islam.

4. Semata mencari keridhaan Allah, bukan untuk mengharap simpati orang lain, mencari popularitas dan semacamnya karena semua itu justru menjauhkan kita dari manfaat shadaqah sesungguhnya.

HADITS 2

“Jagalah dirimu dari api neraka walau dengan bersedekah separuh biji kurma.”

(HR. Bukhari-Muslim dari Adi bin Hatim)

“Di antara kesempurnaan Islam seseorang,
adalah meninggalkan sesuatu yang tidak ada gunanya.”
(HR. Tirmidzi dan Ibnu Majah)

“Seutama-utama jihad adalah mengatakan kebenaran kepada penguasa yang zalim.”
(HR. Abu Dawud-Tirmidzi dari Sa’id al Khudri)

Dikutip dari Buku ‘Sabda-Sabda Pencerah Jiwa’ Karya Ibnu Hamdani

REINTERPRETASI PENEGUHAN IDEOLOGI MUHAMMADIYAH

Entah kita sadari atau tidak, realitas yang ada menunjukkan sebagian besar masyarakat ber-Muhammadiyah lebih dipengaruhi oleh faktor lingkungan, warisan leluhur, ataupun pendidikan. Sebagian lagi bermuhammadiyah berdasar pada lelaku kehidupan yang panjang setelah menyelami berbagai Ormas keagamaan. Di masyarakat sering terjadi dikotomi terhadap ormas Islam dengan lebih menonjolkan pada amalan-amalan ibadah. Sehingga terjadi identifikasi sebuah ormas hanya berdasar amal yang umumnya mereka praktekan. Misalnya, Muhammadiyah identik dengan tarawih 11 rakaat, wirit siri, faham hisab, subuh tanpa qunut atau sholat ‘ied di lapangan. Dari sini sering yang terlihat lebih pada sikap ’Keakuanku´ meskipun sesungguhnya pilihan-pilihan ini merupakan hasil usaha jihad fikiran yang dilandasi atas pemahaman ruh syariat.

Fenomena ditingkat grass root terjadi proses kehambaran pemahaman ilmu atas ‘ijtihad’ Muhammadiyah. Warga Muhammadiyah sendiri banyak yang belum faham landasaan dasar dan arah gerak Muhammadiyah seperti yang telah di letakkan KH. Ahmad Dahlan. Yakni faham keagamaan yang didasarkan atas Alquran, Sunnah, Ijma’ dan Qiyas serta meneladani generasi salaf. Krisis ini salah satunya disebabkan kerena Muhammadiyah kurang melakukan sosialisasi peneguhan sekaligus memfahamkan ruh syariat.

Pilihan-pilihan ‘Ijtihad’ Muhammadiyah khususnya yang berkaitan denga ruh syari’at harus difahamkan kepada masyarakat. Di sisi lain warga Muhammadiyah sendiri perlu senantiasa didampingi dan diingatkan agar senantiasa menjaga semangat tholabul ilmi, jangan sampai masyarakat melakukan amalan hanya karena “Bendera Muhammadiyah” tanpa berupaya menelusuri dasar-dasar ijtihad tersebut. Karena ketika umat melakukan amalan yang tidak dilandasi atas suatu kefahaman ilmu, ini menjadi awal menuju gerbang kegelapan. Maka sangat diperlukan usaha untuk melakukan proses pendidikan. Inilah sesungguhnya yang dimaksud peneguhan ideologi Muhammadiyah. Proses memfahamkan merupakan proses pendidikan yang panjang. Bukan proses yang bersifat ‘mendadak’ tetapi sebuah proses yang bersifat ‘mendidik’.

Sudah saatnya Muhammadiyah menggelorakan kembali semangat thafaquh fiddiin, menggembirakan tholabul ‘ilmi. Ilmu agama merupakan cahaya penerang kegelapan, dan pedang pembabat kebodohon. Sebab kebodohan bagaikan lingkaran setan yang akan menyelimuti ummat ketika mereka tidak punya lagi semangat ‘iqra. Untuk itu sebagai generasi ‘iqra sudah saatnya kita bertugas memotong mata rantai kebodohan, jangan sampai kesalahan-kesalahan yang pernah dialami terulang kembali. Jangan lagi mencari kambing hitam yang tidak sepenuhnya bersalah. Kini saatnya Muhammadiyah bermuhasabah menemukan kesalahan-kesalahan untuk tidak diulangi kembali. Sekaligus meneguhkan kebenaran-kebenaran untuk diperjuangkan bersama. Begitu indah kala Muhammadiyah bangun dari tidur panjang. Berani menggembirakan kembali semangat inovasi ‘tajdid’ dan besiap-siap fal yughoyyir dengan selalu mengedepankan fastabiqul khoirot !! Wallahu’alam bishowab

oleh: Barid Setiawan
*Pimred Alfajr Tahun I

HADITS 1

“Tidaklah suatu kaum berlambat-lambat dalam suatu urusan,
sampai Allah menjadikannya benar-benar lambat.” (HR. Tirmidzi)

“Dua nikmat yang sering dilupakan manusia,
kesehatan dan waktu luang (kesempatan.” (Alhadits)

“Usia dan hembusan nafas kita sangat terbatas.
Yang sudah berlalu takkan kembali.” (Ibnu Athaillah)

Hijrah, Momen Menuju Pencerahan

Sejumlah lelaki dan Perempuan

Berkumpul di sebuah perbukitan

Walaupun jauh dalam perjalanan

Untuk keimanan yang dinyatakan

Setelah berita yang tak terbantahkan

Datangnya Nabi Rasul akhir jaman

-- Hijrah, karya Bilal Basyir--

Bukan semarak kembang api, lengkingan terompet, meriahnya pesta atau gemuruh dendang yang pantas diperbuat seorang Muslim tiap kali menyambut hadirnya tahun baru. Tapi, kesadaran tentang usia yang kian berkurang. Kemauan untuk mengevaluasi diri. Atau dalam istilah Umar bin Khattab ra., hasibu anfusakum qobla an tuhasabu, hisablah dirimu sebelum engkau dihisab pada hari akhir. Dan, menata hidup ke depan dengan setumpuk rencana perbaikan diri. Tentu setelah itu harus meruah kepada keluarga, umat, dan masyarakat. Karena sejak semula Islam diperuntukkan bagi kesejahteraan seluruh alam. Bukan hanya menjadi milik mereka yang rajin memperbaiki diri dengan meninggalkan realitas di sekitarnya.

Hijrah adalah Sebuah Pemisah

Dari peristiwa hijrah Rasulullah meninggalkan Mekkah ke Madinah kita bisa mengambil banyak pelajaran. Bagaimana visi beliau dalam membuat sebuah rencana besar demi keberhasilan dakwah yang diinginkan. Berpikir jauh ke depan, melewati batas-batas yang diperkirakan kafir Quraisy. Lebih dari itu, peristiwa hijrah ibarat jaring pemisah. Memisahkan mereka yang mencintai keimanan, dengan yang lebih mencintai harta kekayaan duniawi. Memisahkan mereka yang mengaku: kami telah beriman! sebatas di bibir. Dengan mereka yang penuh kesungguhan mempertahankannya. Hijrah juga memisahkan mereka bertujuan hidup untuk masa sekarang (dunia), dengan mereka yang menggantungkan kebahagiaan di masa mendatang (akhirat). Ya, hijrah sesungguhnya menjadi pemisah, tidak semata karena batas wilayah tapi perjuangan demi menjaga akidah.

Menghargai Waktu yang Sangat Berarti

Setiap pergantian tahun sadar atau tidak, kita telah kehilangan sesuatu yang sangat berharga, yakni kesempatan untuk beramal. Ibnul Qayyim Al Jauziyah berkata, “Tahun ibarat pohon, bulan-bulan laksana cabang-cabangnya, hari-hari sebagai rantingnya, jam-jam sebagai daun-daunnya dan nafas-nafas kita buahnya. Barangsiapa yang nafas-nafasnya selalu dalam ketaatan, maka orang itu telah menanam pohon yang baik.”

Sementara Ibnu Mas’ud berkata, “Kalian berada dalam perputaran siang dan malam, dalam rangkaian masa hidup yang kian berkurang dan di tengah beragam amal yang tidak luput dari catatan, sementara maut datang mengagetkan. Barangsiapa yang menanam kebajikan, ia nyaris akan mengetam buahnya, dan siapa saja yang menanam kejahatan, ia nyaris memetik penyesalan, dan setiap orang yang menanam, ia akan memeroleh sesuai apa yang ditanamnya. Orang yang lamban menanam kebajikan, ia tidak akan segera menikamati hasilnya, dan si rakus tidak akan mendapatkan keberuntungan yang memang tidak disediakan baginya.”

Begitulah, waktu yang kita miliki adalah sebuah bejana kosong. Kita yang harus mengisinya dengan amal-amal yang kita kerjakan. Siapa mengisi dengan kebaikan niscaya ia akan menikmatinya. Sebaliknya siapa mengisi dengan keburukkan, maka semua itu akan berpulang kembali kepadanya. “Dan hanya kepunyaan Allah-lah apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi supaya Dia memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat jahat terhadap apa yang telah mereka kerjakan dan memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik dengan pahala yang lebih baik (syurga).” (53. An Najm [53]: 31)

Tak Ada Pencerahan Tanpa Kesungguhan

Bilakah pertolongan Allah itu akan datang? Tanya itu kerap mencuat dalam benak kita. Melihat keadaan kaum Muslimin yang belum juga mampu keluar dari berbagai persoalan yang terus mendera: kemiskinan, kebodohan dan penindasan. Belum lagi hantaman arus globalisasi yang merapuhkan sendi-sendi aqidah dan akhlak. Sementara waktu terus berjalan. Hari berganti. Tahun pun berlalu. Sedangkan janji Allah telah pasti. Inna nashrullahi qa riib, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat.

Benar. Pertolongan Allah itu dekat. Seperti juga Allah, yang memang lebih dekat dari urat leher kita sendiri. Tetapi pertolongan itu hanya diperuntukan bagi mereka yang telah memenuhi syarat. Mereka memiliki keimanan yang akarnya menghunjam ke dalam hati, batangnya menjulang tinggi, dan buahnya memberi manfaat bagi sekitarnya. Mereka yang dengan sungguh-sungguh menjadikan Islam sebagai jalan hidupnya. Seperti golongan ini, “Sungguh Allah telah menolong kamu dalam peperangan Badar, padahal kamu adalah (ketika itu) orang-orang yang lemah. Karena itu bertakwalah kepada Allah, supaya kamu mensyukuri-Nya.” (Ali ‘Imran [3]: 123)

Mereka lemah ketika itu, jumlahnya tidak sebanding dengan pasukan musuh. Perbekalan mereka sangat terbatas. Tapi soal semangat dan keimanan, mereka tak perlu diragukan. Jika para kafir Quraisy begitu takut dengan maut, pasukan itu justru senang menjemput kematian. Mereka berlomba, berlari menjemput syahid! Semua itu karena mereka memiliki keyakinan yang diwujudkan melalui kesungguhan dalam berjuang menegakkan Islam.

Kita ini, yang hidup berpuluh abad sesudahnya juga memiliki tugas yang sama: menegakkan Islam. Melalui kerja-kerja yang kita lakukan, melalui dakwah yang terus disebarkan. Maka semestinyalah semua itu digerakkan oleh keyakinan yang kuat dan dilakukan dengan penuh kesungguhan. Mengoptimalkan seluruh potensi yang ada demi tercapainya tujuan dakwah. “Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang (yang dengan persiapan itu) kamu menggentarkan musuh Allah dan musuhmu dan orang orang selain mereka yang kamu tidak mengetahuinya; sedang Allah mengetahuinya. Apa saja yang kamu nafkahkan pada jalan Allah niscaya akan dibalasi dengan cukup kepadamu dan kamu tidak akan dianiaya (dirugikan).” (Al Anfaal [8]: 60)

Selain itu, dakwah juga memerlukan suatu perencanaan dan penataan. Kita butuh orang-orang yang bukan sekedar pintar dan ‘alim tapi juga butuh orang yang mau ditata. Karena kebenaran yang rapuh dapat dihancurkan oleh kebatilan yang terorganisir secara rapi. Ukhuwah islamiyah dan imaniyah menjadi kata kunci yang tidak bisa dibantah. Banyaknya umat belum menjamin kemudahan dalam meraih kemenangan. Selama umat Islam masih seperti buih yang mudah diombang-ambingkan ombak. Alquran telah mengisyaratkan ini, “Orang-orang yang meyakini bahwa mereka akan menemui Allah, berkata: ‘Berapa banyak terjadi golongan yang sedikit dapat mengalahkan golongan yang banyak dengan izin Allah. Dan Allah beserta orang-orang yang sabar." Al Baqarah [2]: 249

Untuk itulah, seiring tahun yang terus berganti, diperlukan keseriusan dalam menata barisan ini. Barisan dakwah yang menggelorakan semangat amar ma’ruf nahi munkar. Barisan yang telah mengikatkan diri pada satu tali yang kukuh, yakni tauhid. La ila ha illallah muhamma dar rasulullah. Wallahu ‘alam bi shawwab. [eko]

Melebarkan Sayap

Bagi para pembaca yang ingin berpartisipasi dalam penerbitan Buletin Al-Fajr ini baik berupa iklan, donasi, artikel, saran dan kritik dapat menghubungi alamat redaksi.
Akhirul kalam, Selamat membaca !!!
(Atau E-mail ke: alfajr@telkom.net / mrperie@yahoo.com)