Media Komunikasi Informasi dan Dakwah --- Pimpinan Cabang Pemuda Muhammadiyah Minggir -- Fastabiqul Khairat .

Label

Selasa, 27 Maret 2012

DAKWAH MUHAMMADIYAH

MATERI DIKLAT KEPEMIMPINAN DAN ORGANISASI
PCPM MINGGIR
AHAD, 25 MARET 2012
AULA KECAMATAN MINGGIR

Materi I : Dakwah Muhammadiyah
Pemateri : Yusuf Nizar
Moderator : Isna Fathurrahman
Sudahkah kamu berdakwah?Adakah tantangan? Atau tidak ada tantangan karena belum berdakwah? Muhammadiyah berdakwah untuk melakukan purifikasi, pemurnian terhadap ajaran Islam yang telah tercampur berbagai tradisi di Indonesia.
KH. Ahmad Dahlan banyak juga belajar dari Ahmad bin Hambal, Ibnu Taimiyah dan ulama salaf lainnya, yang berdakwah untuk memurnikan ajaran Islam (gerakan salaf). Muhammadiyah ingin mengembalikan umat Islam kepada esensi dasar sesuai Al Quran dan Sunnah, dengan tetap menggunakan memakai akal pikiran untuk mengasah suatu ajaran agama.
Dalam berdakwah, tantangan dakwah yang sering ditemui Muhammadiyah, setidaknya dapat dipetakan menjadi tiga macam:
1. Secara internal.
Ada tiga pilar dalam pergerakan Muhammadiyah, ketiganya harus mampu bersinergi dan berkembang jika ingin maju.
a. Jam’iyah atau organisasi
Pengembangan organisasi >> tujuan muhammadiyah: mewujudkan masyarakat islam yang sebenar-benarnya (the real islamic society)
b. Jama’ah atau warga/umat >> bagaimana kondisi umat kita? Jamaah kita?
Rata-rata umat Islam di Minggir sebagai petani, miskin, berarti kita berdakwah kepada rakyat yang miskin. Dalam salah satu sabdanya Rasulullah mengingatkan, hampir-hampir kefakiran itu mendekatkan kepada kekufuran. Maka perlu adanya perubahan orientasi dakwah yang menyentuh sisi sosial ekonomi umat.
KH. Dahlan mengawali berdakwah dengan mengamalkan apa yang tersirat dalam surat Al Ma’un. Kesalihan umat tidak lepas dari pengentasan kemiskinan
Dalam surat Al Ma’un itulah bentuk amal salih diwujudkan dengan tanggung jawab kepada orang miskin dan anak yatim.
Sebab kemiskinan adalah bid’ah sosial, yang tidak diajarkan oelh Rasulullah.
c. Imamah atau kepemimpinan/kaderisasi >> siapa kader kita, pemimpin kita. Mampukah menggerakkan jamaah?
2. Tantangan dari Organisasi lain.
a. Mereka yang menjadikan Muhammadiyah sebagai inspirator, yang kemudian mereka kembangkan. Contoh, TK ABA dan TKIT. Keberadaaan mereka bisa menjadi rivalitas yang menguatkan sekaligus melemahkan.
b. Organisasi yang jelas berbeda tujuan. Mereka yang menyelewengkan Islam (aliran sesat)
3. Agama lain. Mereka berbeda akidah dan menginginkan agama merekalah yang mencapai kejayaan. Dalam hal ini Islam telah memberi jawaban tegas, bahwa hanya Islamlah satu-satunya agama yang diridhai Allah. Di Indonesia agama lain termasuk minoritas namun memiliki pendanaan dan jaringan yang kuat.
Strategi Dakwah yang Berbeda.
Akomodatif >> sangat lamban karena mengakomodasi yang telah mapan
Radikal >> drastis, langsung, ongkos mahal, butuh SDM yang kuat
Reformatif >> gerakan tajdid, pembaharuan.
Sekarang saatnya melakukan dakwah pemberdayaan agar masyarakat bisa terangkat secara ekonomi. Pemuda Muhammadiyah jangan menjadi sosok yang mriyayi yang tidak dekat dengan rakyat. Tetapi sebaliknya mereka harus dekat dengan masyarakat. Umat Islam di Indonesia memang mayoritas dalam jumlah, belum dalam pemikiran. Sehingga masih sulit untuk disatukan.

Minggu, 22 Mei 2011

DAFTAR BAKAL CALON PIMPINAN PCPM MINGGIR

1. Roni Rais (Prayan Sendangsari)
2. M. Luthfi Rahman (Dalangan Sendangsari)
3. Atnanto (Plembon Sendangsari)
4. Sutiyono (Plembon Sendangsari)
5. Sunu Tri Widodo (Plembon Sendangsari)
6. Masykuri (Parakankulon Sendangsari)
7. Hardiman (Jogorejo Sendangsari)
8. Fauzan (Jogorejo Sendangsari)
9. Wawan Sutrisno (Tobayan Sendangrejo)
10. M. Zahid Ridho (Ngepringan Sendangrejo)
11. Galih Untoro (Sunten Sendangrejo)
12. Harmanto (Balangan Sendangrejo)
13. Rubi (Butuhan Sendangrejo)
14. Nur Widodo (Plaosan Sendangrejo)
15. Jun Sabda Jati Pinunjul (Ngepringan 4)
16. Dian Agus Ar Rasyid (Tinggen Sendangarum)
17. Barid Setiawan (Ngijon Sendangarum)
18. Isna Fatkhurrahman (Ngijon Sendangarum)
19. Ashadi Harmanto (Ngijon Sendangarum)
20. Akhid Nurrohman (Klodran Sendangarum)
21. Lilik Rifqiyanto (Singojayan Sendangarum)
22 Rosyid Halimi Singojayan, Sendangarum
23 Diaaudin Kurniawan Sragan, Sendangmulyo
24 Fatkhan Shodiq Klepu, Sendangmulyo
25 Baharudin Adnan Klepu, Sendangmulyo
26 Zain Agung Wibowo Klepu, Sendangmulyo
27 Restu Hitnawan Klepu, Sendangmulyo
28 Darmawan Jetis, Sendangmulyo
29 Sidiq Purnomo Cerbonan, Sendangmulyo
30 Muhammad Hidayat Sembuhan, Sendangmulyo
31 Sujadi Banaran, Sendangmulyo
32 Yoni Dondongan, Sendangmulyo
33 Eko Triyanto Nanggulan, Sendangagung
34 Arif Munandar Bontitan, Sendangagung
35 Mimin Deka Kurniawan Pojok, Sendangagung
36 Toni Ermawan Jomboran, Sendangagung
37 Sunarto Kregan, Sendangagung
38 Indra Mulyani Pojok, Sendangagung
39 Parjiyanto Sendangagung
40 Arif Budi Ruswanto Sendangagung
dan menunggu hasil dari tim verifikasi selanjutnya

Minggu, 05 Desember 2010

Nuurun 'alaa nuurin: Cahaya di Atas Cahaya

Oleh: Ahmad Masrusi

Ittaquu firasatal mukmin, innahu yandhuru binurillah : Percayalah dengan Firasat orang beriman, karena Ia melihat dengan Cahaya Allah. ( Al hadist )

Allah (Pemberi) cahaya (kepada) langit dan bumi. perumpamaan cahaya Allah, adalah seperti sebuah lubang yang tak tembus, yang di dalamnya ada Pelita besar. Pelita itu di dalam kaca (dan) kaca itu seakan-akan bintang (yang bercahaya) seperti mutiara, yang dinyalakan dengan minyak dari pohon yang berkahnya, (yaitu) pohon zaitun yang tumbuh tidak di sebelah timur (sesuatu) dan tidak pula di sebelah barat(nya), yang minyaknya (saja) hampir-hampir menerangi, walaupun tidak disentuh api. cahaya di atas cahaya (berlapis-lapis), Allah membimbing kepada Cahaya-Nya siapa yang dia kehendaki, dan Allah memperbuat perumpamaan-perumpamaan bagi manusia, dan Allah Maha mengetahui segala sesuatu.( QS. An Nur, 24: 35)



Inilah dasar pengajaran spiritual yang sesungguhnya, digambarkan sebagai Cahaya Tuhan yang menyinari jiwa manusia. Spiritual bukan kajian ilmiah di Universitas atau Pondok Pesantren (Ma’had) sebagaimana biasanya kita kenal. Dalam hal ini, Allah menjelaskan proses pengajaran dan bimbingan-Nya melalui perumpamaan Myskat. Yang didalamnya terletak sebuah pelita yang tertutup kaca. Cahaya-Nya terkumpul dalam cerukan dinding yang berlubang, merupakan perumpamaan dada manusia yang dipenuhi Cahaya Allah. Dengan Cahaya itulah manusia mampu menangkap dengan jelas bimbingan Allah dalam setiap langkah kehidupannya. Cahaya ini tidak dapat diperoleh dari mendengarkan pengajian dan mengumpulkan data ilmu pengetahuan yang tercatat dalam kitab-kitab. Itu hanya petunjuk awal untuk memahami bagaimana orang bersikap dan belajar menerima bimbingan Allah secara ruhani.

Kitab Suci Al qur’an merupakan “Peta Ruhani” dan petunjuk bagi pejalan menuju Tuhan. Yang didalamnya dijelaskan mengenai pengajaran yang dapat diterima secara langsung dalam jiwa manusia. Sikap ini dikenal dengan istilah ihsan, yaitu menyadari Tuhan melihat sikap dan tindak tanduk hati manusia. Tuhan tidak hanya terbatas mengamati perilaku kita dan hanya berdiam diri. Akan tetapi Tuhan Yang Maha Hidup memberikan pengajaran kepada jiwa manusia yang percaya dan yakin atas keberadaan Tuhan. Disebutkan dalam Al qur’an Tuhan ada, namun keberadaan-Nya tidak bisa ditangkap oleh penglihatan dan pikiran manusia. Ia ada sangat dekat dengan jiwa manusia, sehingga apa yang dibisikkan dalam hatinya terdengar dengan jelas, karena Ia Maha Mendengar. Tidak Hanya sampai disini penjelasan mengenai Tuhan, dengan tegas Al qur’an mengatakan bahwa Tuhan akan merespons setiap do’a bagi yang berdo’a. Inilah yang dinamakan sikap ihsan atas keberadaan dan kegiatan Tuhan terhadap manusia. Maka dengan demikian, pemahaman atas Tuhan dengan segala keadaan-Nya disimpulkan dalam bentuk sikap yang sederhana berikut ini :

Duduklah dalam keadaan bersih lahir maupun bathin, tinggalkan kegiatan lahir yang berasal dari nafsu. Aktifkan ruhani anda, karena Tuhan tidak bisa dijangkau oleh pikiran dan penglihatan kita. Setiap manusia pasti memiliki jiwa, dengan jiwa inilah manusia dapat berkomunikasi dengan Allah. Dan kepada jiwa manusia, Allah menuntun kegiatan Ruhani menuju pengetahuan-Nya berupa ilham. Pengetahuan ruhani dapat anda rasakan secara langsung tanpa hijab. Anda akan merasakan setiap tuntunan itu mengarah kepada kebaikan dan kebahagiaan sejati. Lihatlah hasilnya dalam Al qur’an yang menjelaskan mengenai pengalaman pengajaran spiritual dalam diri anda. Anda akan diajak berada dalam keadaannya, bukan dalam pengetahuan berupa pikiran anda. Anda akan berada (being experience) yang tidak bisa diungkapkan dalam kata dan artikulasi. Sebagaimana anda merasakan berada dalam keadaan rasa cinta yang sejati.

Allah berkata : Jika kita menyebut nama-Nya didalam jiwa dengan merendahkan diri dan penuh hormat. Maka akan diturunkan rasa tenang mengalir dalam jiwa anda. Jika anda mengalami keadaan ini, berarti anda memahaminya secara nyata dalam jiwa anda, bukan dalam pikiran anda. Allah Yang Maha Hidup selalu merespons apa yang kita lakukan dihadapan-Nya. Jika kita hadir Allah juga hadir, jika kita berkata Allahpun berkata dalam bahasanya yang dipahami oleh Jiwa. Lakukan seperti dibawah ini :

Allah berfirman :

……..barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya dia akan mengadakan baginya jalan keluar. Dan memberinya rezki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan yang (dikehendaki)Nya. Sesungguhnya Allah Telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu.( QS. Ath Thalaq,65:2-3)

Pernahkan anda merasakan apabila ada kesulitan kemudian berdoa dan bertawakkal kepada Allah, kemudian langsung anda rasakan jawabannya dan mendapatkan jalan keluar ? Bahkan mendapatkan rizki dari arah yang tidak disangka-sangka. Jika semakin buntu (tidak ada jalan keluar) apa yang anda lakukan ketika melakukan komunikasi kepada Yang Maha mengetahui segala urusan. Sudahkah anda menundukkan jiwa anda kemudian berserah total dan memahami apa yang diturunkan kedalam jiwa anda ? Sebab Allah memberikan jawaban dalam setiap doa langsung kedalam hati orang beriman. Jika tidak ada jawaban, pasti ada yang salah dalam hal ini. Karena tidak mungkin Allah mengingkari janji (laa tukhliful mi’aad). Untuk itu, perlu dilakukan pemahaman lebih dalam persoalan kepercayaan kita kepada Allah, terutama bagaimana menangkap signal atau getaran yang dapat dipahami. Mungkinkah orang biasa seperti kita bisa menerima petunjuk Allah, seperti apakah keadaan yang akan kita rasakan ?

Duduklah dengan penuh taqwa dan percaya serta mewakilkan (menggantungkan) segala hidupnya kepada Allah saja. Hadirlah dihadapan-Nya dengan tunduk dan hormat, hilangkan keraguan dalam hati. Sebutlah Nama Allah dengan penuh harap, sehingga terasa hening dalam jiwa anda. Rasakan keheningan yang diturunkan dalam hati anda, semakin lama akan terasa bening dan menenangkan. Tundukkan jiwa anda semakin dalam , biarkan lintasan pikiran yang sesekali muncul menggangu. Jangan perdulikan, tetapkan jiwa anda mengamati keheningan jiwa anda. Dan berusahalah tetap menyebut Nama Allah sampai pada tahapan anda mampu membedakan pikiran, emosi, perasaan dan ilham yang datang sangat cepat dan jelas. Biasanya muncul petunjuk pada saat pikiran anda tidak terlibat, nafsu dan emosi kita tersapih. Petunjuk datang bukan hasil rekayasa dan hayalan atau rangkaian peristiwa dalam memori dalam otak. Ia menelusup sangat cepat dan jelas, dan rasanya seperti sudah berada pada keadaan yang akan terjadi. Anda diberi kepahaman langsung kedalam jiwa anda, cirinya tidak ada keraguan. Sebab ia datang berupa keadaan seperti yang akan terjadi sebelum terjadi. Mengapa demikian ? Karena anda berada pada orbit jiwa yang tidak terikat oleh ruang dan waktu Anda telah terlepas dari ikatan tubuh yang memilki arah dan jarak. Jiwa anda bukan badan ini, yang terikat oleh putaran bumi dan orbit matahari. Sehingga terjadi waktu akan datang dan masa lampau. Beradalah dalam jiwa anda dan mendekatlah kepada Allah, anda akan merasakan petunjuk semakin jelas.


*) Kader PCPM Minggir

Minggu, 31 Oktober 2010

CINTA DI ATAS CINTA

Carilah cinta yang sejati
Yang ada hanyalah pada-Nya
Carilah cinta yang hakiki
Yang hanya pada-Nya yang Esa
Carilah cinta yang abadi
Yang ada hanya pada-Nya
Carilah kasih yang kekal selamanya
Yang ada hanyalah pada Tuhanmu
(Raihan, Carilah Cinta)


Ibrahim Khalilullah

Ibrahim adalah kekasih Allah. Seperti tersurat dalam QS An Nisa’ [4]: 125, “Dan siapakah yang lebih baik agamanya dari pada orang yang ikhlas menyerahkan dirinya kepada Allah, sedang dia pun mengerjakan kebaikan, dan ia mengikuti agama Ibrahim yang lurus? Dan Allah mengambil Ibrahim menjadi kesayanganNya.”
Dialah nabi yang mendapat gelar khalilullah. Itu semua disematkan kepada Nabi Ibrahim karena beliau telah mampu melewati berbagai ujian yang berat. Ujian terhadap keimanannya. Ujian terhadap kadar cintanya kepada Allah. Ibrahim mampu memposisikan kecintaannya kepada Allah di atas segala kecintaan terhadap kesenangan duniawi.
Awalnya, untuk menemukan Sang Kekasih, Ibrahim mesti melewati proses pencarian yang panjang. Ia berusaha mengenal Sang Kekasih di tengah kepungan adat kaumnya yang saat itu menyembah berhala. Semula ia menganggap bintang sebagai Tuhan. Lalu bulan dan matahari. Tapi masing-masing hilang berganti seiring berputarnya waktu. Sampai akhirnya ia berkesimpulan, Kekasih yang ia cari adalah pencipta dari bintang, bulan, matahari dan alam semesta ini. Begitulah, cinta itu tumbuh melalui pencarian melelahkan, tapi dari sanalah keimanan itu menjadi berkesan dan terpatri dalam hati.




Melewati Berbagai Ujian

Saat kebenaran sudah ia dapatkan. Ujian demi ujian datang silih berganti. Sang Kekasih ingin menguji kadar kecintaan Ibrahim. Seperti juga iman yang tak sempurna tanpa amaliyah. Cinta pun butuh pembuktian. Cinta perlu pengorbanan! Mula-mula Ibrahim diuji harus berpisah dengan keluarga. Ayahnya, Adzar, yang saat itu masih menyembah berhala tetap enggan beriman bahkan memberikan suatu pilihan pahit, “Berkata bapaknya: “Bencikah kamu kepada tuhan-tuhanku, hai Ibrahim? Jika kamu tidak berhenti, maka niscaya kamu akan kurajam, dan tinggalkanlah aku buat waktu yang lama.” (Maryam [19]: 46)
Ibrahim harus memilih, berkumpul dengan keluarga dalam kekafiran, atau pergi membawa keimanan. Dengan penuh haru, opsi kedualah yang dipilih: berpisah dengan keluarga. Cinta kepada Allah telah mengalahkan kecintaannya kepada keluarga.

Waktu bergulir. Seiring keimanan yang tumbuh subur dalam jiwa. Kecerdasan seorang Ibrahim pun terus berkembang. Hingga satu ketika dengan penuh keberanian, ia berusaha menghancurkan lambang kekafiran kaumnya. Ia robohkan semua berhala yang biasa disembah pada masa itu, kecuali satu. Sengaja ia memilih berhala yang paling besar agar tetap utuh dan dikalunginya dengan kapak. Saat kaumnya dengan penuh kemarahan mengintrogasi Ibrahim, ia berucap, “Sebenarnya patung yang besar itulah yang melakukannya, maka tanyakanlah kepada berhala itu, jika mereka dapat berbicara." (Al Anbiyaa' [21]: 63)

Itulah jawaban seorang pemuda yang memadukan keimanan, keberanian dan kecerdasan. Lebih dari itu, dalam peristiwa tersebut Ibrahim telah siap mengorbankan diri dan jiwanya demi kecintaannya kepada Allah. Ibrahim paham betul resiko dari apa yang ia lakukan. Tapi cinta kepada Allah telah menghapus segala ketakutan itu. Pengorbanan dan cinta itu kemudian dibalas tunai oleh Sang Kekasih, yang tidak rela Ibrahim dianiaya,
“Maka tidak adalah jawaban kaum Ibrahim, selain mengatakan: "Bunuhlah atau bakarlah dia", lalu Allah menyelamatkannya dari api. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda kebesaran Allah bagi orang-orang yang beriman.” ( Al Ankabut [29]: 24)

Ujian terhadap kecintaan kepada Sang Kekasih terus berlanjut meskipun telah memasuki bahtera rumah tangga. Pernikahan pertamanya dengan Sarah, belum juga diberi keturunan. Padahal usianya telah menginjak senja. Tanpa putus asa dia terus berdoa. Memohon kepada Sang Kekasih Yang Maha Kaya. Sampai tibalah ia harus menikah dengan Hajar. Dari Hajar inilah kemudian Allah mengamanahkan seorang anak yang shaleh bernama Ismail. Ismail tumbuh menjadi pemuda yang beriman. Menjadi harapan untuk melanjutkan estafet dakwah dan penyeru kebenaran. Saat kecintaan dan kebahagiaan itu mencapai puncak. Sang Kekasih kembali ingin menguji kadar cinta Ibrahim. Turunlah perintah melalui mimpi, “Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: "Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!" (Ash Shaaffaat [37]: 102)

Dan Ismail, sang putra yang shaleh itu menjawab, "Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar." (Ash Shaaffaat [37]: 102)
Sebuah percakapan yang memilukan. Tetapi sekali lagi cinta itu bekerja. Kekuatan cinta kepada Allah sanggup mengalahkan segala kecintaan terhadap kesenangan duniawi. Keimanan mampu melumpuhkan tipu daya setan, kesabaran bisa menundukkan hawa nafsu. Ismail pun dikurbankan. Tetapi kembali, Sang Kekasih, yang telah menyaksikan pengorbanan Ibrahim sebagai bukti kadar kecintaannya, menunjukkan kemurahan-Nya. Ismail diganti dengan ghibas. Peristiwa tersebut kemudian diperingati tiap tahun dalam bentuk penyembelihan hewan qurban. Selain itu Nabi Ibrahim juga diberi kelebihan yakni menjadi bapak para nabi, karena banyak dari keturunan beliau yang kemudian diangkat menjadi nabi, antara lain Ismail, Ishak sampai Musa dan Muhammad Saw.


Hakikat Qurban dan Kemauan Berbagi

Kisah Ibrahim dan Ismail menjadi tonggak awal disyariatkannya qurban. Lambang kemenangan iman atas hawa nafsu. Kemengan cinta kepada Allah atas cinta kepada selainNya.
Qurraba, itulah asal kata dari qurban yang bermakna mendekat. Mendekat kepada Allah. Mendekat kepada pemilik semua nikmat dengan cara menafkahkan sebagian dari rizki yang kita cintai dalam bentuk binatang qurban. Hewan yang kita qurbankan hanyalah sarana menuju kedekatan itu. Ia tidak bermakna apa-apa saat kita meniatkannya hanya untuk tujuan-tujuan jangka pendek yang bersifat duniawi. Ketenaran, penghormatan, sanjungan dan puja-puji dari sesama manusia. Apalagi sekedar ‘program perbaikan gizi’. Karena sesungguhnya yang sampai kepada Allah bukanlah daging atau darah qurban itu, namun ketakwaan. “Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridhaan) Allah, tetapi ketakwaan dari kamulah yang dapat mencapainya.” (Al Hajj [22]: 37)

Qurban harus dilandasi takwa. Sebagai wujud kepatuhan kepada perintah Allah serta bentuk kesyukuran atas karunia Allah yang tak berputus. Inilah hakikat qurban secara vertikal, dalam mewujudkan hablum minallah. Kedekatan hamba dengan Sang Pencipta.
Selain itu, qurban juga melatih kepedulian. Mengajak kepada manusia agar bersedia berbagi. Karena berbagi itu terangkan hati. Berbagi itu investasi tak kenal rugi. Tabungan amal yang suatu saat akan terbalas. Ibadah qurban mengajarkan bagaimana berinteraksi dengan sesama. Mempertajam kepekaan sosial. Di sinilah hakikat qurban secara horizontal sebagai bagian membumikan hablumminannas. Keharmonisan hubungan antar sesama manusia.
“Supaya mereka menyaksikan berbagai manfaat bagi mereka dan supaya mereka menyebut nama Allah pada hari yang telah ditentukan atas rezki yang Allah telah berikan kepada mereka berupa binatang ternak. Maka makanlah sebahagian daripadanya dan (sebahagian lagi) berikanlah untuk dimakan orang-orang yang sengsara dan fakir.” (Al Hajj [22]: 28)
Bila dengan qurban itu, seorang hamba mampu memupus hawa nafsu yang selalu mengajak untuk mencintai dunia secara berlebihan, berarti ia telah mampu membuktikan kadar ketakwaannya. Bila dengan qurban itu seorang hamba kemudian lebih peka terhadap keadaan sosial dan kondisi saudaranya, itu pertanda ia sudah bisa mengerti hakikat qurban sesungguhnya. Tanpa itu semua, qurban hanya akan menjadi rutinitas tiap tahun tanpa ruh dan tanpa makna.

Khatimah

Episode demi episode cinta yang telah dijalani Nabi Ibrahim menjadi bukti hakikat cinta yang sejati. Cinta tak berakhir. Cinta yang pasti terbalas sempurna, bahkan lebih dari apa yang telah diberikan. Cinta yang tidak menyisakan kecewa, apalagi kepedihan. Itulah cinta Allah. Cinta di atas cinta. Dan semestinya begitu seorang Mukmin menjalaninya.
“Katakanlah: "Jika bapa-bapa, anak-anak, saudara-saudara, isteri-isteri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai dari Allah dan Rasul-Nya dan dari berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya." Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik.” (At Taubah [9]: 24)
Jika di hatimu ada cinta, dengarkanlah seruan dari Sang Kekasih Yang Maha Sempurna. “Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu; dan berkorbanlah.” (Al Kautsar [108]: 2)
Wallahu a’lam bishawwab

Selasa, 19 Oktober 2010

Tangga-Tangga Meraih Keberhasilan

“Tiap-tiap diri itu dibalas sesuai dengan apa yang ia usahakan.” (Thaahaa [20]: 15)

Bekerja untuk kehidupan dunia merupakan salah satu kewajiban setiap muslim setelah melaksanakan ibadah wajib (fardhlu). Islam memerintahkan umatnya untuk selalu mempersiapkan bekal akherat. Tetapi Islam tidak menginginkan hal itu dilakukan secara berlebihan hingga melupakan kebahagiaan hidup di dunia. Maka setiap Muslim dianjurkan agar tekun dan rajin dalam bekerja mencari penghidupan dunia. Keduanya harus berjalan selaras, Islam tidak ingin umatnya berada dalam kemiskinan dan kebodohan dengan dalih mencapai keshalehan individu.

“Dan carilah apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan akhirat), dan janganlah kamu melupakan kebahagiaan dari (kenikmatan) duniawi.” (Al-Qashash [28]: 77)

Bekerja untuk kepentingan dunia dalam pandnagan Islam bisa juga dinilai sebgai ibadah. Kerja yang dimaksud bukanlah dengan sekehendak hati ataupun hanya memburu kesenangan sesaat. Ada adab serta tata cara yang mesti dipatuhi agar hasil kerja yang dilakukan dapat mencapai nilai maksimal dan bermanfaat bukan saja di dunia tetapi juga menjadi amal bagi kehidupan kelak di akherat.



Pertama, mengawali dengan niat yang baik.
Dalam sebuah hadits disebutkan amal itu tergantung pada niatnya. Untuk itu bekerja pun harus dengan niat yang benar, yakni mencari ridha Allah semata. Paling tidak diawali dengan membaca bacaan Basmalah atau membaca do’a. Dalam Al-Qur’an disebutkan, yang artinya, “Dan katakanlah: ‘Ya, Tuhanku, masukakanlah aku secara masuk yang benar dan keluarkanlah (pula) aku secara keluar yang benar dan berikanlah kepadaku dari sisi Engkau kekuasaan yang menolong.” (Al-Israa’ [17]: 80)

Kedua, bekerja sesuai dengan bakat dan kemampuan
Allah menciptakan manusia dengan kelebihan dan kekurangan masing-masing. Maka manusia diperintahkan untuk saling ta’aruf dan tolong-menolong sesuai peran yang diembannya. Tugas setiap diri adalah mengenali potensi yang dimilikinya untuk kemudian dijadikan modal dalam berusaha. Adakalanya seseorang mempunyai kelebihan fisik (tenaga), tetapi akal dan modal finansialnya terbatas maka ia dapat mengoptimalkan tenaga itu untuk bekerja. Allah Swt. berfirman artinya,

“Katakanlah: ‘Tiap-tiap orang berbuat menurut keadaannya masing-masing. Maka Tuhanmu lebih mengetahui siapa yang lebih benar jalannya.” (Al-Isra’ [17]: 84)

Ketiga, memilih pekerjaan yang baik dan halal meskipun sulit
Setiap tahun angka pengangguran di negara kita kian membengkak. Sulitnya mencari kerja menyebabkan sebagian dari saudara kita ada yang menempuh cara apapun untuk mendapatkan pekerjaan. Salah satunya dengan praktek KKN dan suap-menyuap yang bukan rahasia lagi.
Tetapi Islam menghendaki agar umatnya tetap selektif dalam mencari pekerjaan meski sulit. Pekerjaan yang baik dan halal lebih disukai meskipun hasilnya sedikit, daripada pekerjaan yang mendatangkan keuntungan banyak tetapi tidak halal. Karena keberkahan rizki yang kita terima tidak terletak pada banyak sedikitnya hasil. Namun terletak pada cara mencari dan untuk apa dipergunakan rizki itu.
Allah berfirman, artinya, “Katakanlah: ‘Tidak sama yang buruk dengan yang baik, meskipun banyaknya yang buruk itu menarik hatimu, maka bertakwalah kepada Allah hai orang-orang yang berakal, agar kamu mendapat keberuntungan.” (Al-Maidah [5]: 100)

Keempat, bekerja dengan sungguh-sungguh
Kesungguhan dan kerja keras sangat diperlukan dalam melakukan suatu pekerjaan. Bahkan dikatakan kesuksesan itu ditentukan oleh 1% bakat dan 99% kerja keras. Dengan kerja keras seseorang tidak akan cepat putus asa apabila gagal. Sebaliknya ia akan tetap bertahan dan mencoba langkah (metode) lain hingga berhasil.
Allah berfirman, artinya, “Dan berjihadlah kamu pada jalan Allah dengan jihad yang sebenar-benarnya.” (Al-Hajj [22]: 78)

Kelima, mengoptimalkan potensi diri yang ada
Untuk mengoptimalkan potensi diri diperlukan latihan yang terus-menerus. Karena umumnya seseorang tidak mengetahui seberapa besar potensi yang dimilikinya. Salah satu solusinya ialah dengan tidak takut untuk mencoba dan mencari pengalaman.
Allah berfirman, artinya, “Katakanlah: ‘Hai kaumku, berbuatlah sepenuh kemampuanmu, sesungguhnya aku pun berbuat (pula).” (Al-An’aam [6]: 135)

Keenam, tidak setengah-setengah dalam bekerja
Melaksanakan pekerjaan yang sudah dipilih tidak boleh hanya sekenanya saja. Tetapi harus diusahakan agar mencapai hasil maksimal baik secara kwalitas maupun kwantitas. Karena Allah telah mencontohkan bagaimana Dia menciptakan dunia ini dengan sebaik-baiknya
Allah berfirman, artinya, “Yang membuat sesuatu Dia ciptakan sebaik-baiknya.” (As-Sajdah [32]: 7)
Dalam ayat lain, “Dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu.” (Al-Qashash 28]: 77)

Ketujuh, bekerja dengan efektif
Dalam bekerja unsur efektifitas haruslah menjadi prioritas. Baik mengenai waktu, tenaga maupun pendanaan. Sebab segala sesuatu itu kelak akan dimintai pertanggungjawabannya. Untuk dapat lebih efektif dapat disiasati dengan menyusun rencana kerja yang matang sehingga segala sesuatunya dapat terlaksana dengan lancar.
Allah berfirman yang artinya, “Dan orang-orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang tiada berguna.” (Al-Mukminun [23]: 3)

Kedelapan, melakukan evaluasi
Dalam suatu proses pekerjaan tentu tidak selamanya akan berjalan sesuai rencana yang kita inginkan. Untuk itu kita perlu melakukan evaluasi terhadap hasil dari apa yang telah kita kerjakan maupun apa yang belum bisa kita kerjakan. Agar kita bisa mengetahui faktor-faktor yang menghambat kerja kita. Sehingga kita bisa mencari solusi di masa yang akan datang.
Allah berfirman yang artinya, “Dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok.” (Al-Hasyr [59]: 18).

Kesembilan, mengiringi setiap usaha dengan do’a
Bagi seorang muslim doa bukan saja merupakan sebuah permohonan tetapi juga dikatgorikan sebagai ibadah. Mengiringi kerja dengan doa merupakan formula yang efektif karen tanpa pertolongan Allah manusia tidak akan mampu berbuat apa-apa. Kita hanya mampu berusaha sedangkan hasilnya Allah-lah yang menentukan.

“Dan Tuhanmu berfirman: “Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku akan masuk neraka Jahannam dalam keadaan hina dina." (Al-Mu’minun [40]: 60)

Itulah sebagian ajaran Islam mengenai etos kerja. Sekarang tinggal bagaimana kita mengaplikasikannya dalam kehidupan kita sehari-hari.
Semoga berhasil! Wallahu ‘alam bi ashawab.

Melebarkan Sayap

Bagi para pembaca yang ingin berpartisipasi dalam penerbitan Buletin Al-Fajr ini baik berupa iklan, donasi, artikel, saran dan kritik dapat menghubungi alamat redaksi.
Akhirul kalam, Selamat membaca !!!
(Atau E-mail ke: alfajr@telkom.net / mrperie@yahoo.com)